Sabtu, 4 Oktober 2025

Polemik Kasus Baiq Nuril

Baiq Nuril Ingin Ambil Keppres Amnesti Langsung dari Jokowi

"Ini sangat luat luar biasa, kami tidak henti hentinya mengucapkan terimakasih," kata Joko saat dihubungi

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun bersama putranya saat pengesahan amnesti untuk dirinya pada rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019). DPR menyetujui pemberian amnesti oleh Presiden Joko Widodo kepada Baiq Nuril. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Baiq Nuril berharap kedepannya tidak ada lagi kasus seperti dirinya.

Selain melelahkan kasus pelecehan seksual yang berujung pemenjaraan tersebut sangat menyakitkan.

"Saya berharap begitu, jangan sampai mulai detik ini jangan sampai ada lagi yang seperti saya karena itu menyakitkan sekali. Jangan sampai ada. Saya berharap jangan sampai ada," katanya.

Baiq Nuril lalu menyeka wajahnya yang basah karena air mata, satu tangannya mengusap kepala anaknya yang berdiri di samping.

Baiq Nuril mengatakan setiap perempuan yang mengalami nasib seperti dirinya harus memiki keberanian dalam memperjuangkan keadilan.

"Harus berani, jangan beri kesempatan kedua kali, kalaupun itu terjadi pada anda, jangan beri kesempatan kedua kalinya, harus ada berani melapor, harus anda berani bersuara," pungkasnya.

Sebelumnya, Baiq Nuril merupakan Guru Honorer di SMAN 7 Mataram. Kasusnya berawal pada 2012 lalu. Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim.

Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual.

Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.

Karena didesak teman-teman sejawatnya Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barangbukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh muslim ke dinas pendidikan setempat.

Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi. Karena tidak menerima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut.

Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.

Di Pengadilan Negerin Mataram Nuril sebenarnya di Vonis bebas, namun Jaksa saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018. Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.

Kasus tersebut kemudian mengundang simpati publik. Apalagi kemudian sang kepala sekolah Muslim justru malah mendapatkan Promosi jabatan sebagai kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved