'Gempa dan Tsunami' Tak Hanya Ancam Selatan Jawa Tapi Juga Beberapa Daerah Lain, Simak Analisis Ahli
Sejumlah daerah di Selatan Jawa, dari Cilacap hingga Jawa Timur, ujar Widjo, berpotensi terkena dampak bencana itu.
"Semakin lama (energi) tidak dilepaskan, semakin besar juga energi yang terkumpul. Tapi cara dia melepaskan juga mungkin tidak sekaligus," kata Nuraini.
Contoh energi yang dilepaskan sekaligus, ujar Nuraini, adalah gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004, yang bermagnitudo 9,2 hingga 9,3.
"(Cara pelepasan energi) bisa pelan-pelan, bisa sekaligus... tetapi tidak berarti gempa akan terjadi besok atau bulan ini," kata Nuraini.
"Bisa saja terjadi 50 tahun lagi, 100 tahun lagi, bisa jadi besok."
Apa gempa dan tsunami raksasa memiliki siklus?
Nuraini mengatakan sebetulnya gempa memiliki siklus. Namun, studi terkait hal itu, terutama di daerah Selatan Jawa masih minim, ujarnya.
Pengetahuan akan siklus itu, ujarnya, akan membuat masyarakat tahu periode terjadinya gempa di suatu tempat.
Sementara itu, Eko Yulianto, ahli Paleotsunami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan hasil penelitiannya, yang dilakukan dengan mempelajari rekaman tanah, menunjukkan gempa raksasa di Selatan Jawa terjadi sekitar 400 tahun yang lalu.
Bukti dari gempa yang memicu tsunami itu ditemukan di sejumlah daerah seperti Lebak, Ciletuh, Pangandaran Cilacap hingga Lumajang.
Seberapa besar gempa itu? Eko menjawabnya dengan perbandingan.
Gempa Jepang di tahun 2011 dengan magnitudo 9 menyebabkan rupture atau patahan sepanjang sekitar 500 kilometer.
Sementara patahan daerah yang diamatinya, yakni dari Binuangeun hingga Lumajang, adalah sekitar 700 kilometer.
"Dari situ kita bisa membandingkan, setidaknya (patahan) itu bisa memicu gempa di atas (magnitudo) 9, dan itu terdefinisi sebagai gempa raksasa. Kalau gempa itu terjadi, ia memicu tsunami," ujarnya.
Lalu, apakah gempa raksasa di Selatan Jawa akan terjadi tiap 400 tahun sekali? Eko menjawab 'tidak pasti.'