Minggu, 5 Oktober 2025

Haris Azhar Sebut Penerbitan Perpres 37 Soal Jabatan Fungsional TNI Janggal

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai ada kejanggalan terkait penerbitan Perpres 37 tahun 2019 tentang jabatan fungsional TNI.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Glery
Kuasa hukum Novel Baswedan, Haris Azhar, menyoroti perkembangan kasus penyerangan yang dialami penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai ada kejanggalan terkait penerbitan Perpres 37 tahun 2019 tentang jabatan fungsional TNI.

Haris menduga, penerbitan Perpres 37 tahun 2019 sebagai upaya pemerintah untuk menarik TNI ke ranah politik.

"Ini ada yang aneh. Kenapa ada orang dinaikan pangkatnya sementara posisinya belum jelas," kata Haris di kantor Lokataru Foundation Rawamangun, Jakarta Timur pada Senin (1/7/2019).

Haris menilai dengan hal itu justru akan mengurangi kekuatan TNI meski TNI akan mendukung pemerintah karena mendapat jabatan tertentu.

Haris juga menilai Perpres tersebut juga melanggar UU TNI karena UU TNI telah membatasi perwira aktif TNI sejumlah jabatan sipil pos kementerian di pemerintahan.

Baca: Steffi Zamora Ceritakan Pengalaman Horor di Goa Belanda, Ketempelan Sampai Menggigil

Baca: PPDB Online di Balikpapan, Pendaftaran SMP Membeludak, Orangtua Calon Siswa Sebut Ribet dan Sulit

Baca: Persija vs PSS Liga 1 2019, Modal Penting Tim Super Elang Jawa

Baca: Pemilik Akun Penyebar Konten Hoaks Ini Ditangkap, Ancaman Hukuman 10 Tahun

"Perpres 37 justru melegitimasi TNI duduk di pos kementerian atau kantor di luar undang-undang," kata Haris.

Haris menduga Presiden tidak memahami konteks sistem pertahanan.

“Seharusnya menandatangani pangkat sejumlah TNI itu dalam rangka untuk memperkuat strategi pertahanan negara, kalau kayak begini orang dinaikan pangkatnya tapi pos tidak ada, itu artinya hanya untuk membahagiakan petinggi TNI, tapi sebetulnya di sisi lain upaya membuat malu petinggi TNI,” kata Haris.

Menurut Haris, jika dilihat dari konteks sipil, maka pemerintah membunuh peluang sipil untuk berkembang karena harus berbagi ruang dengan anggota militer.

“Menurut saya kapasitas orang sipil baik. Dugaan saya makna politisnya tinggi sekali bahwa ini upaya membelai-belai kepala dan leher TNI untuk dikasih posisi-posisi yang lebih luas,” kata Haris.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sebagaimana dilansir dari laman resmi Setkab, dalam perpres ini disebutkan bahwa pejabat fungsional TNI berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala unit kerja/organisasi yang bersangkutan ditugaskan.

Pejabat fungsional TNI sebagaimana dimaksud mempunyai pangkat paling tinggi sama dengan pangkat kepala unit kerja/organisasi.

Setidaknya terdapat dua jabatan fungsional TNI, yakni jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.

Jenjang jabatan fungsional keahlian terdiri dari ahli utama, ahli madya, ahli muda, dan ahli pertama.

Sementara jenjang jabatan fungsional keterampilan terdiri dari penyelia, mahir, terampil, dan pemula.

Seluruh tugas, pokok, dan fungsi masing-masing jabatan dijelaskan dalam perpres.

Menurut perpres ini, prajurit TNI diangkat dalam jabatan fungsional TNI keahlian harus memenuhi delapan syarat.

Syarat itu mulai dari memiliki integritas dan moralitas yang baik, sehat jasmani dan rohani, pendidikan paling rendah berijazah sarjana (strata-1) atau setara, memiliki pengalaman tugas sesuai kompetensi di bidangnya paling singkat satu tahun, telah mengikuti pendidikan pengembangan umum dan/atau pendidikan pengembangan spesialis sesuai jenjang jabatannya, nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam enam bulan terakhir, mengikuti dan lulus uji kompetensi dan syarat lain yang ditetapkan oleh Panglima.

Prajurit TNI yang diangkat dalam jabatan fungsional TNI keterampilan harus memenuhi syarat-syarat yang sama dengan jabatan fungsional TNI keahlian, kecuali berpendidikan paling rendah berijazah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara.

“Pengangkatan prajurit Tentara Nasional Indonesia dalam jabatan fungsional ahli utama ditetapkan oleh Presiden. Pengangkatan prajurit Tentara Nasional Indonesia dalam jabatan fungsional ahli madya, ahli muda, dan ahli pertama ditetapkan oleh Panglima,” demikian bunyi Pasal 1 Ayat (1, 2) Perpres ini.

Perpres ini juga menegaskan, dalam hal prajurit yang menduduki jabatan fungsional TNI dipindahkan dalam jabatan struktural, jabatan fungsionalnya diberhentikan.

“Prajurit yang diberhentikan dari jabatan fungsional TNI dapat diangkat kembali sesuai dengan jenjang jabatan fungsional TNI terakhir berdasarkan perundang-undangan apabila tersedia formasi jabatan,” bunyi Pasal 21 Perpres ini.

Diatur juga dalam perpres ini, pejabat fungsional TNI mendapat tunjangan jabatan fungsional sesuai dengan jenjang jabatan fungsional TNI. Ketentuan mengenai tunjangan jabatan fungsional TNI sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan presiden.

“Peraturan presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 30 Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 17 Juni 2019.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved