Seleksi Calon Pimpinan KPK
Pansel Diminta Tetap Fokus Cari Calon Pimpinan KPK yang Berintegrasi
Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK diingatkan untuk fokus mencari calon yang berintegritas dan memiliki kemampuan dalam bidang pemberantasan korupsi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diingatkan untuk fokus mencari calon yang berintegritas dan memiliki kemampuan dalam bidang pemberantasan korupsi.
Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar meminta Pansel tak terjebak terhadap persoalan radikalisme ketika menyeleksi calon pimpinan KPK.
"Saya rasa Pansel tidak fokus dan mendalami skala prioritas permasalahan di KPK. Seharusnya Pansel fokus ke isu integritas, problem internal KPK, dan jejak rekam masing-masing calon, yang otomatis dapat mengetahui informasi dan aktivitas calon secara komprehensif," ujar Erwin Natosmal Oemar
kepada Tribunnews.com, Jumat (21/6/2019).
Baca: Andai Akhirnya Sidang MK Putuskan Prabowo-Sandi Kalah dan Jokowi Menang, Begini Sikap Kuasa Hukum 02
Untuk itu menurut dia, cukup Pansel KPK menyerahkan itu kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam proses seleksi Capim KPK.
Khususnya untuk mengantisipasi adanya Calon Pimpinan KPK terpapar ideologi radikalisme.
Sehingga Pansel KPK akan tetap fokus pada isu integritas, problem internal KPK dan memiliki kemampuan dalam bidang pemberantasan korupsi, serta jejak rekam masing-masing calon.
"Jika aktivitasnya hanya memberikan informasi saja, saya rasa tidak persoalan. Karena saya melihat awal keterlibatan lembaga ini dikarenakan adanya kekhawatiran terhadap isu radikalisme di internal lembaga antikorupsi itu," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
ICW berharap, Pansel tak perlu terjebak pada persoalan radikalisme ketika menyeleksi calon pimpinan KPK.
Ia memandang Pansel terlalu khawatir sampai menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran melihat adanya pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia.
"Dalam beberapa waktu belakangan narasi yang kerap dilontarkan oleh Panitia Seleksi Pimpinan KPK justru kontraproduktif dengan pemberantasan korupsi. Setidaknya hal ini terkonfirmasi ketika Pansel turut menggandeng BNPT ditambah lagi dengan menaikkan isu radikalisme dalam proses penjaringan," kata Kurnia dalam keterangan pers, Kamis (20/6/2019).
ICW menekankan, fokus pencarian calon pimpinan KPK adalah mencari kandidat yang memiliki wawasan dan kemampuan mumpuni dalam penindakan dan pencegahan korupsi.
"Untuk itu, sebenarnya isu penting yang harus diperhatikan secara serius oleh Pansel adalah memastikan integritas serta rekam jejak dari para pendaftar calon Pimpinan KPK," kata dia.
Kurnia pernah menyebutkan sejumlah kriteria yang patut dimiliki calon pimpinan KPK ke depan.
Beberapa di antaranya, berorientasi pada pemulihan kerugian keuangan negara, memiliki pemahaman lebih terkait penanganan perkara korupsi, mampu memaksimalkan pembangunan budaya antikorupsi, memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan sumber daya manusia.
Kemudian, tidak mempunyai konflik kepentingan, terlepas dari kepentingan dan afiliasi partai politik, memiliki kemampuan komunikasi publik dan antarlembaga yang baik, tidak pernah terkena sanksi hukum maupun etik pada masa lalu dan berani menolak segala upaya pelemahan institusi KPK.
Sebelumnya, Ketua Pansel Yenti Garnasih mengatakan, langkah menggandeng BNPT ini dilakukan karena melihat pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia belakangan ini.
"Kita lihat keadaan di Indonesia. Berbagai hal, dinamika yang terjadi adalah yang berkaitan dengan radikalisme sehingga pansel tidak mau kecolongan ada yang kecenderungannya ke sana," kata Yenti usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Hal serupa disampaikan Anggota Pansel Hamdi Muluk.
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia itu mengatakan, ideologi radikal saat ini sudah masuk ke berbagai sektor mulai dari lembaga pendidikan hingga Badan Usaha Milik Negara.
"Itu sebabnya kita minta bantuan BNPT juga melakukan tracking. Jadi semua calon yang masuk, kita perlakukan sama. Siapapun dia, tolong di-tracking apa ada kemungkinan terpapar ideologi radikal," kata Hamdi.
Pada seleksi calon pimpinan KPK sebelumnya, BNPT tidak dilibatkan untuk mengecek rekam jejak calon.