Sabtu, 4 Oktober 2025

KPK Telusuri Dugaan Perusahaan Hyundai Suap Bupati Cirebon untuk Muluskan Proyek PLTU

Febri menyatakan saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) bakal menganalisa keterangan itu untuk selanjutnya akan diajukan gelar perkara dengan para pimpina

TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Terdakwa Bupati Cirebon nonkatif Sunjaya mengenakan baju tahanan KPK meninggalkan gedung seusai menjalani sidang dalam kasus korupsi jual-beli jabatan, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/3/2019). Sidang tersebut menghadirkan saksi Anggota DPR RI Junico BP Siahaan akrab disapa Nico Siahaan, yang dimintai keterangan terkait uang Rp 250 juta sumbangan dari terdakwa Sunjaya untuk acara Sumpah Pemuda yang diselenggarakan PDIP. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Dengan dana dari beberapa investor, termasuk dari anak perusahaan dari Korea Electric Power Corporation, KOMIPO. Proyek konstruksi PLTU ini di harapkan bakal selesai tahun 2020 mendatang.

Pejabat senior pengawas internasional Global Witness (GW) kepada The Korea Times mengungkapkan, pemerintah dan perusahaan Korena telah melakukan kesalahan dalam melakukan investasi.

Melalui investasinya pada industri batubara di Indonesia, pemerintah dan perusahaan Korea harus mempertaruhkan reputasinya. Industri batubara sering menjadi berita utama dalam kasus penyuapan dan korupsi di Indonesia.

"Tidak hanya berisiko, batubara juga merusak iklim, dan menyebabkan polusi udara yang sangat buruk. Selain itu, industri ini juga memiliki risiko korupsi yang sering diremehkan," jelas juru kampanye GW Adam McGibbon. 

Sujaya Purwadisastra kini sedang dalam proses pengadilan atas tuduhan korupsi yang menjeratnya. Ia ditangkap oleh KPK beserta tiga kepala daerah lainnya.

Sunjaya Purwadisastra terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait kasus jual beli jabatan Oktober 2018 lalu.

Saat ini, Bupati nonaktif Cirebon Sunjaya Purwadisastra dituntut 7 tahun penjara dalam kasus jual beli jabatan. Sunjaya juga dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider dan 6 bulan kurungan oleh jaksa KPK.

Selain itu, jaksa juga menuntut pencabutan hak Sunjaya untuk dipilih dalam jabatan publik. Pencabutan hak politik Sunjaya itu dilakukan selama lima tahun, setelah dirinya selesai menjalani pidana pokok.

"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan korupsi," ujar jaksa Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat.

Jaksa mempertimbangkan, bahwa perbuatan Sunjaya tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat memberantas korupsi. Sunjaya juga dinilai telah merusak sistem pembinaan pegawai di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Cirebon.

Dengan melakukan korupsi dalam proses rekrutmen, promosi, dan mutasi aparatur sipil negara. Selain itu, Sunjaya sebagai bupati juga tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.

Sunjaya dinilai terbukti menerima uang Rp 100 juta dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto. Menurut jaksa, uang tersebut terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon.

Diduga pemberian uang tersebut karena Sunjaya telah mengangkat dan melantik Gatot sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon. Selanjutnya dalam proses promosi jabatan di Pemkab Cirebon, Sunjaya telah melakukan intervensi terhadap tugas Tim Penilai Kinerja PNS.

Dalam promosi jabatan tersebut, menurut jaksa, Sunjaya sering meminta imbalan uang kepada pejabat yang dilantik. Ia meminta uang sebesar Rp 100 juta untuk pejabat Eeselon IIIA.

Sedangkan jabatan setingkat eselon IIIB, sebesar Rp 50 juta hingga Rp 75 juta. Sementara untuk setingkat eselon IV sebesar Rp 25 juta hingga Rp 30 juta.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved