Pemilu 2019
Ombudsman: Banyaknya Petugas KPPS yang Gugur Itu Kesalahan Negara
Ombudsman RI menyoroti penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Pihaknya, menyebut publik dinilai lebih memperhatikan Pemilihan Presiden daripada Pemilih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menyoroti penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Pihaknya, menyebut publik dinilai lebih memperhatikan Pemilihan Presiden daripada Pemilihan Legislatif.
Untuk itu, Ombudsman RI akan melakukan kajian untuk pemisahan Pileg dan Pilpres pada pemilu 2024.
"Nanti akan kita kaji apakah memang Pileg dan Pilpres tetap atau pisah, namanya juga saran dari Ombudsman nanti tergantung DPR. Tapi yang sulit dibantah Pileg alami diskonten dan tersedot oleh Pilpres," kata Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih di Kantor Ombudsman RI, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (30/4).
Ombudsman, kata Alamsyah, akan menyarankan perbaikan UU Pemilu agar penyelenggaraan pemilu lebih baik.
Baca: Petugas KPPS Ini Meninggal Dunia, Tinggalkan Istri yang Sedang Hamil
Baca: Bupati Talaud Kebingungan di Kantor KPK
Baca: Syahrini Tampil dengan Outfit Bernilai Fantastis Saat Kencan dengan Suami di Kafe dalam Kaos Oblong
Ke depan, Ombudsman sedang melakukan kajian dan akan mengundang beberapa pihak termasuk KPU dan Bawaslu.
"Saran kita sampai tingkat undang-undang, jadi jangan ada lagi dipaksakan sesuatu teknis pekerjaan dipressure dan kesalahan dikurangi di pemilu 2024. Kemarin lihat beberapa tempat dan Ombudsman melanjutkan assessment serta beberapa aspek, nanti kami undang semua," jelas Alamsyah.

Langkah itu ambil terkait data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (30/4) jumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia sebanyak 318 orang. Sedangkan sebanyak 2.232 anggota KPPS dilaporkan sakit.
Alamsyah mengaku sedih melihat petugas KPPS yang meninggal dunia. Hal itu kata dia merupakan kesalahan kolektivitas negara bukan kesalahan salah satu pihak saja. Sehingga, sorotan tentu harus ke pemerintah bukan ke lembaga tertentu.
"Memang tidak terduga akan terjadi seperti ini (KPPS meninggal). Kalau harus menyebut siapa yang salah, ini merupakan kesalahan kolektivitas negara, tidak bisa menyalahkan KPU saja," ujarnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sedang merancang petunjuk tekhnis (Juknis) untuk mekanisme pemberian santunan bagi keluarga Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia.
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, penyusunan Juknis ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Kementerian Keuangan, yakni terkait persetujuan jumlah santunan untuk petugas KPPS yang meninggal dan sakit.
"Kita tindak lanjut dari surat kementerian keuangan itu, KPU harus menyusun Juknis dulu, tentang tata cara pencairan santunan itu," ucap Pramono Ubaid Tanthowi.
Pramono pun menjelaskan, terkait penyusunan juknis dimaksudkan untuk menyesuaikan kategori sumbangan kepada korban.
"Karena kan kalau melihat kategori yang ada di surat Menkeu itu hanya menyebut meninggal, cacat permanen, luka berat dan ringan ya. Sementara kondisi riil di lapangan itu kan petugas kita sakit. Nah nanti sakit itu di juknis kita dimasukan kategori yang luka tadi, kalau sakit berat jadi luka berat," kata Pramono.
Untuk mekanisme dan penyusunan data penerima santunan, KPU memberikan mandat ke KPU tingkat Kabupaten/Kota atauoun Provinsi. "Data kan tetap harus diverifikasi oleh teman-teman kabupaten kota, karena nanti mereka yang akan menyalurkan ya," jelasnya.
Sebelumnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyetujui usulan KPU RI perihal pemberian dana santunan bagi para penyelenggaran Pemilu yang mengalami kecelakaan kerja di Pemilu 2019.
Dalam surat yang dikirim Menteri Keuangan Sri Mulyani tertanggal 25 April 2019, diuraikan bahwa besaran santunan disetujui sebesar Rp36 juta bagi petugas meninggal dunia, Rp30 juta untuk mereka yang cacat permanen, luka berat Rp16,5 juta dan luka sedang Rp8,25 juta.
Besaran ini merupakan angka maksimal yang tidak boleh dilampaui sesuai persetujuan Menteri Keuangan.
Mereka yang mendapatkan santunan dihitung sejak kecelakaan kerja dalam periode Januari 2019 hingga berakhirnya masa tugas bersangkutan di Pemilu 2019.(Tribun Network/yud/wly)