Senin, 6 Oktober 2025

ICW Akan Identifikasi Penyebab Perangkat Desa Masuk 3 Besar Profesi Terbanyak Jadi Terdakwa Korupsi

ICW mencoba mengidentifikasi alasan mengapa jumlah perangkat desa yang terjerat kasus korupsi sangat banyak.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Peneliti ICW Lalola Easter. 

"Tahun 2018, peningkatan di level perangkat desa. Kalau teman-teman cari korelasinya, jelas berkaitan dengan UU Desa. Desa diberikan kewenangan untuk mengelola sendiri dana dari pemerintah pusat," ujar Lalola, di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Minggu (28/4/2019).

Pada tahun 2018, ICW mencatat ada 1.053 perkara tindak pidana korupsi dengan 1.162 terdakwa.

158 terdakwa atau 13,61 persen diantaranya berprofesi sebagai perangkat desa.

Dengan jumlah tersebut, kata dia, perangkat desa menempati posisi ketiga profesi yang paling banyak melakukan korupsi.

Baca: ICW: Dari 88 Terdakwa Kasus Korupsi, Hanya 42 yang Dituntut Pencabutan Hak Politik

Adapun posisi pertama ditempati pejabat pemerintah provinsi/kota/kabupaten dengan 319 terdakwa atau 27,48 persen.

Posisi kedua ditempati swasta dengan 242 terdakwa atau 20,84 persen.

Lebih lanjut, Lalola mengatakan pihaknya akan mengidentifikasi alasan mengapa jumlah perangkat desa yang terjerat korupsi sangatlah banyak.

Apalagi, selama tahun 2015 hingga 2017, ICW mencatat tak ada perangkat desa yang terjerat kasus korupsi.

Baca: Soal Pernyataan Garis Keras yang Tuai Kontroversi, Ini Penjelasan Mahfud MD

"Ini akan coba kami identifikasi kenapa terjadi. Karena perangkat desa itu menempati posisi 3. Dia jumlah 158 terdakwa perangkat desa baik kepala desa, bendahara desa, sekretaris desa, dan sebagainya," katanya.

Hak politik

Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya menuntut pencabutan hak politik terhadap 42 terdakwa dari 88 terdakwa.

Satu contoh kasus korupsi yang melibatkan mantan Bupati Klaten Sri Hartini yang tidak dicabut hak politiknya oleh jaksa KPK.

Alasan jaksa KPK, vonis hukuman 12 tahun penjara bagi yang bersangkutan sudah cukup tinggi.

Baca: Respons Elite PDIP Soal PAN: Baru Kemarin Mencerca Jokowi, Hari Ini Bicara Gabung Koalisi

"Ini kami anggap alasan aneh karena tidak ada kaitannya tuntutan pidana penjara tinggi dengan pencabutan hak politik, keduanya ini punya tujuan berbeda," ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, di Kantor ICW, Jl Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Minggu (28/4/2019).

Ia menjelaskan hukuman pidana penjara berbeda dengan hukuman pencabutan hak politik.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved