Butuh Keterlibatan Swasta untuk Akses Air Minum ke Masyarakat
Lebih dari separuh PDAM yang ada di Indonesia itu kondisinya tidak sehat bahkan terus mengalami kerugian
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk menyalurkan air minum ke masyarakat dan membutuhkan keterlibatan swasta, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak bisa melakukannya sendiri.
Selain tidak memiliki sumber daya yang cukup, kondisi geografis daerah-daerah yang ada di Indonesia menjadi penyebabnya.
Belum lagi fakta yang menyebutkan, bahwa lebih dari separuh PDAM yang ada di Indonesia itu kondisinya tidak sehat bahkan terus mengalami kerugian.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Air Minum Isi Ulang Indonesia (Aspamindo) Budi Darmawan mengatakan, tidak sehat itu karena masalah pipa untuk penyaluran air yang sangat mahal.
Investasi untuk pipa utama air diameter 6 inch saja sudah sekitar Rp 800 juta per kilometer.
“Belum lagi pipa distribusinya. Tekanannya hingga ujung juga harus mencapai standar tertentU sebab, jika tidak, PDAM akan dinilai tidak perform. Jadi mau harus dipasang pompa penguat dan itu membutuhkan listrik atau energi lagi,” katanya.
Baca: Penjelasan PDAM terkait 70 Ribu Warga Tangerang hingga Jakarta Barat Kesulitan Air Bersih
Terkait pendanaan, PDAM tidak memiliki dana untuk itu, sementara PDAM harus mendistribusikan air ke masyarakat dari sumber airnya.
Jika jaraknya dekat, PDAM mungkin masih sanggup dengan hitungan harga tarif air minum yang hanya Rp 4000 – 4500 per kubik.
“Tapi kalau jauh, pasti tidak sanggup. Kecuali biaya ke konsumennya dinaikkan lebih besar lagi,” kata Budi di Jakarta, Sabtu (23/2/2019).
Budi menambahkan tarif yang diberlakukan untuk air minum itu cuma satu.
Misalnya untuk rumah tangga kelas bawah, menengah, dan mewah, tanpa memperhitungkan jarak.
“Jadi bisa dimaklumi jika nyaris tidak ada PDAM yang sanggup membangun pipa dari instalasinya ke areal yang jauh,” tuturnya.
Dia mencontohkan, untuk Kabupaten Bogor saja, pemenuhan akses air minum ke masyarakat itu ampun-ampunan.
Sangking luasnya, Kabupaten Bogor itu cakupan riilnya tidak sampai 20 persen, sehingga tidak mampu menginvestasi pipa utama dan pipa distribusi.
“Sementara, PDAM kan harus membeli pipanya terlebih dulu untuk dipasang, setelah itu baru masyarakatnya nyambung untuk berlangganan. Iya kalau yang berlangganan banyak, kalau panjangnya sampai 20 kilo dan yang berlangganan hanya dua orang, bisa tekor itu PDAM,” ujar Budi.
Jadi, bisa dibayangkan betapa pusingnya mengelola air bersih untuk masyarakat umum. Karenanya, persoalan air minum masyarakat itu perlu dilihat secara menyeluruh.
Baca: Prabowo Soroti Potensi Konflik Antar-Negara di Masa Depan yang Dipicu Krisis Air Bersih
PDAM tidak bisa bekerja sendiri, apalagi tidak memiliki sumber daya yang cukup. PDAM mau tidak mau harus bekerja sama dengan pihak swasta.
Artinya, sinergi dengan pihak swasta itu akan membantu PDAM dalam memenuhi akses air minum ke masyarakat, khususnya ke daerah-daerah yang tidak terjangkau pipa air PDAM.
Pilihan lainnya adalah, pemerintah harus subdidi PDAM yang ada.
Menurut Budi, kehadiran pihak swasta pengusaha air itu hanya merupakan bisnis yang disebabkan oleh kondisi .
“Yang belum disambung PDAM karena PDAM belum punya dana, dijadikan peluang bisnis oleh pihak swasta, sehingga masyarakat bisa minum dengan biaya terjangkau. Itu peluang bisnis namanya kalau dari sudut pandang wirausaha,” katanya.
Karenanya, dia menyayangkan jika selama ini pemerintah tidak memperhitungkan capaian pihak swasta dalam pemenuhan akses air minum ke masyarakat. Pemerintah mengatakan cakupan air bersih di Indonesia saat ini mencapai 73,6 persen.
Padahal, jika pemerintah memperhitungkan kontribusi dari pihak swasta, pencapaian itu hampir mencapai 100 persen.
“Itu saya enggak ngerti terus terang saja. Susahnya apa si kalau memasukkannya. Artinya, kita melihat fakta saja, siapa sih yang nggak kenal yang namanya air kemasan, merek apa pun itu. Siapa sih orang yang tidak tahu bisnis depot air minum.
Baca: Dua Kelompok Bermotor di Cimahi Bentrok, Pemicunya Belum Diketahui
Artinya, masyarakat aksesnya gampang. Kalau kita hanya berpegangan sama kontribusi pemerintah saja, faktanya target cakupan rata-rata di DKI saja hanya sekitar 63 persen (2019) dengan kebocoran 48 persen (data 2017).
Sisanya belum terjangkau. Peran swasta itu tetap dibutuhkan. Hanya saja, seberapa besar peran swasta itu, perlu ada aturan dari negara." tukas Budi.
Guru Besar bidang Ilmu Hidrogeologi Vulkanik Fakultas Teknik Geologi yang juga Dekan Fakultas Teknik Geologi Unpad, Hendarmawan, menegaskan bahwa pemenuhan akses air minum masyarakat itu memang harus dipenuhi.
Tapi dalam kenyataannya, PDAM itu hanya ada di kota-kota saja. Di daerah-daerah yang agak ke pinggir sedikit, PDAM sudah sulit masuk.
“Itu karena biaya permodalan pemasangannya sangat besar. Bisa saja itu dibebankan kepada masyarakat, tapi harganya jadi mahal. Kalau harganya jadi mahal, itu akan menjadi problem baru lagi di masyarakat,” katanya.
Hendarmawan melihat masih perlunya melibatkan pihak swasta untuk memenuhi akses air bersih ke masyarakat itu.
Yang penting, kata Hendarmawan, hitungan majamenen airnya benar. Artinya, negara bisa membuat aturan soal penggunaan air, agar nantinya swasta jangan seenaknya mengambil air yang memang itu air untuk masyarakat.
“Ada air yang memang harus diambil pihak swasta di kedalaman tertentu, tidak mengganggu air untuk masyarakat dan mengganggu lingkungan. Jadi, industri tetap jalan dan masyarakat juga bisa menikmati air yang murah dengan lingkungan yang tetap terjaga,” ucapnya.
Menurut data Aspadin, jumlah air yang digunakan dalam seluruh aktivitas industri di Indonesia mencapai 27,7 triliun liter. Dari total tersebut, industri AMDK menggunakan sebanyak 29 miliar liter air atau sekitar 0,0001%.
Rachmat menjelaskan, dalam skala yang lebih kecil, industri AMDK hanya menggunakan 0,06% dari seluruh air yang digunakan dalam industri perpipaan. Potensi air yang melimpah di Indonesia menurutnya, dapat dioptimalkan dengan adanya regulasi yang tepat.
Rachmat pun menjelaskan stigma negatif mengenai dampak lingkungan yang kerap melekat pada industri AMDK merupakan pesoalan persepsi.
Dia menilai AMDK hanya menggunakan sedikit air dibandingkan dengan seluruh jumlah air yang digunakan industri.