Pemilu 2019
Tidak Sepopuler Pilpres, Pelaksanaan Pileg Rawan Penggembosan Suara
Terlebih fokus publik dalam penyelenggaraan pemilu hari ini hanya seputar persoalan Pemilihan Presiden saja.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif, Very Junaedi mengatakan penyelenggara pemilu punya tantangan besar dalam mengatur pesta demokrasi tahun ini. Persoalan besar itu adalah penggembosan suara caleg sesama partai.
Terlebih fokus publik dalam penyelenggaraan pemilu hari ini hanya seputar persoalan Pemilihan Presiden saja. Padahal Pemilu Serentak 2019 melibatkan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pilpres.
"Hari ini primadonanya ada di Pilpres. Pileg tidak menjadi sorotan publik," kata Very dalam diskusi di Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (18/2/2019).
Hal yang perlu dikhawatirkan dengan kondisi tersebut ialah rawannya kecurangan di ranah Pemilihan Legislatif. Ditambah, kompleksitasi komposisi caleg yang bertarung dalam Pemilu kali ini cukup massive.
Sebanyak 7.968 caleg DPR RI, 807 caleg DPD RI dan 22.000 caleg DPRD Kabupaten/Kota akan berlaga dan saling sikut.
Mereka seluruhnya akan berlaga di waktu bersamaan, sehingga Very membayangkan kerumitan yang mungkin terjadi.
Praktik penggembosan suara antar sesama caleg dalam satu partai itu disinyalir juga melibatkan pihak penyelenggara pemilu. Mereka bekerjasama secara terselubung di tingkat TPS.
Baca: WALHI: Capres 01 Pamer Prestasi, Capres 02 Hanya Sampaikan Jargon
"Memindahkan suara akan sangat mungkin terjadi, dan pemindahan itu tidak bisa hanya caleg tapi mereka akan bekerja sama dengan penyelenggara pemilu," ungkapnya.
Kejadian seperti ini menurutnya merupakan sebuah praktik yang biasa terjadi di internal partai. Setelah penghitungan surat suara selesai dilakukan, caleg yang sudah dipastikan tidak menang akan diminta himpunan suaranya untuk dialihkan kepada sesama caleg satu partai yang punya potensi menang.
Selain memberikan masukan dan kritik, Very juga memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Dia menekankan pada netralitas penyelenggara pemilu yang terlibat di tingkat TPS.
"Oleh karena itu menjadi pekerjaan rumah yang sangat penting bagi penyelenggara pemilu. Jaminan netralitas penyelenggara jadi penting mengawal suara sejak awal," katanya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memiliki tantangan dan pengharapan. Lembaga pengawas tersebut diharapkan bisa menjangkau hingga ke tingkat TPS dalam hal meminimalisir praktik jual beli suara maupun manipulasi perolehan suara di TPS.
"Bawaslu semakin powerfull. Tapi konteks pengawasan pemilu Bawaslu punya tangan yang bisa menjangkau sampai ke tingkat TPS," pungkasnya.