Pilpres 2019
Jokowi dan Prabowo Dinilai Sama-sama Menggunakan Strategi 'Propaganda Ala Rusia' di Pilpres
Pengamat politik menyebut kedua kubu calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto, sama-sama memakai strategi.
Pendapat serupa juga disampaikan Peneliti dari Lembaga Survei Indikator Politik, Adam Kamil.
Dia mengatakan, publik cenderung tidak tertarik dengan berita-berita politik yang bertebaran di media sosial. Bahkan, sikap saling sindir sama sekali tidak berpengaruh terhadap elektabilitas maupun popularitas para calon.
"Tidak pengaruh, karena itu dianggap hal biasa dalam kontestasi politik," ujar Adam Kamil.
Pemilih, kata dia, justru lebih terpikat ketika debat berlangsung. Di situlah, para swing voters atau pemilih mengambang yang jumlahnya 10% ini akan menentukan pilihannya.
"Debat kan masih empat kali lagi, nanti bisa terlihatlah. Karena debat itu kan ditonton banyak orang."
Dalam survei Lembaga Survei Indikator, elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin 54% dan pasangan Prabowo-Sandiaga 34%. Namun demikian, kubu oposisi mengklaim memiliki survei internal yang menyatakan hitungan berbeda.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, menyebut selisih elektabilitas antara Jokowi dan Prabowo hanya empat persen. Yakni Jokowi-Ma'ruf Amin 47% dan Prabowo-Sandiaga 43%.
Selisih tipis itulah, menurut Andre, yang membuat Jokowi tertekan sehingga melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial. Ia pun membantah kubunya menggunakan konsultan asing demi memenangkan pemilihan presiden April mendatang.
"Jadi sikap itu adalah kekhawatiran berlebihan, sehingga Jokowi menimbulkan kegaduhan dengan pernyataan hoaks yang menuduh kami melakukan propaganda ala Rusia atau menggunakan konsultan asing," imbuhnya.
Dia bahkan menantang Jokowi agar melaporkan anggota BPN Prabowo-Sandiaga ke Kepolisian jika terbukti memfitnah. "Kalau ada tim sukses kami yang fitnah Jokowi, tangkap saja. Jangan menimbulkan kegaduhan."
Kubu Jokowi: propaganda Rusia terlihat nyata
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Irma Suryani Chaniago, menyebut "propaganda Rusia" yang dimaksud Jokowi mengarah kepada Operasi Semburan Fitnah (Firehose of Falsehood).
Operasi ini digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang saudara di Suriah. Caranya dengan terus menerus memunculkan isu-isu negatif.
Belakangan strategi semacam itu, kata Irma, digunakan ketika pemilihan presiden AS tahun 2016, dalam pertarungan antara Donald Trump melawan Hillary Clinton.