Senin, 6 Oktober 2025

Polemik Data Kemiskinan di Tahun Politik, Kepala BPS: Lihat Secara Objektif

Badan Pusat Statistik pada Maret lalu merilis data kemiskinan yang menurun ke angka 9,82 persen atau setara 25,95 juta orang pada Maret 2018.

Penulis: Syahrizal Sidik
Tribunnews.com/Syahrizal Sidik
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan menjelang pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2019 menjadi suatu kewajaran jika ada pihak yang menyampaikan data untuk kepentingan tertentu. Namun, ia menegaskan, BPS tetap bekerja secara independen, begitu pula dengan data-data yang disampaikan, metodologi penelitian kuantitatif BPS mengenai data kemiskinan telah mengacu pada standar internasional. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR — Badan Pusat Statistik pada Maret lalu merilis data kemiskinan yang menurun ke angka 9,82 persen atau setara 25,95 juta orang pada Maret 2018.

Angka ini mengalami penurunan 633,2 ribu penduduk miskin bila dibandingkan posisi September 2017 sebesar 26,58 juta orang atau 10,12 persen sekaligus menjadi angka pertama tingkat kemiskinan Indonesia berada pada presentase satu digit, terendah sejak krisis moneter 1998.

Namun sayangnya, memasuki tahun politik, data-data yang disampaikan BPS seringkali dijadikan sebagai isu untuk kepentingan politik tertentu.

Misalnya, ada yang mengatakan pemerintah telah mengintervensi data kemiskinan BPS.

Baca: Pengarahan Dana Desa, Jokowi Minta Tak Boleh Ada Kasus Gizi Buruk dan Stunting

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan menjelang pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2019 menjadi suatu kewajaran jika ada pihak yang menyampaikan data untuk kepentingan tertentu.

Namun, ia menegaskan, BPS tetap bekerja secara independen, begitu pula dengan data-data yang disampaikan, metodologi penelitian kuantitatif BPS mengenai data kemiskinan telah mengacu pada standar internasional.

“BPS menghitung angka kemiskinan sejak 1976. Metodologinya tidak berubah, mengacu pada guidance internasional, tidak hanya dilakukan di Indonesia, tapi juga Thailand dan Vietnam," kata Suhariyanto, Sabtu (24/11/2018).

Suhariyanto menduga, angka kemiskinan menjadi polemik belakangan ini karena tembus satu digit di tengah kian panasnya tahun politik.

“Kemiskinan turun kemarin jadi 9,82 persen kalau lihat trennya sebelumnya turunnya lebih tajam dan landai. Tapi ributnya setengah mati. Metodologinya tetap sama. Dugaan saya dua, ini pertama karena tembus satu digit dan satu lagi tahun politik,” ujarnya.

Karena itu, Kecuk memastikan, lembaga yang dipimpinnya tetap menyampaikan data secara objektif, tidak memihak ke pihak-pihak tertentu.

“Kalau gorengan tahun politik wajar. Semua pasti akan menggunakan data untuk kepentingan masing-masing. Tapi BPS tetap independen,” ungkap Suhariyanto.

Pria yang akrab disapa Kecuk ini juga mengharapkan, ke depan diskusi-diskusi para politisi di ruang publik seharusnya bisa menyentuh substansi yang berorientasi pada penyelesaikan masalah dengan menghadirkan dan memperhatikan akurasi data.

“Ke depan saya ingin diskusi di sana itu didasarkan pada data yang valid dan lebih menyentuh pada substansi. Tidak pada yang isinya kosong tapi menggiring ke hal yang menurut saya kurang produktif," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved