Menolak Lupa! Rahasia Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Gedung Bank BJB
Dahulu saat masa kemerdekaan, terdapat cerita menarik di depan gedung kantor bank bjb Cabang Utama Bandung.
Pasukan Gurkha menjadikan Hotel Savoy Homann yang berjarak puluhan meter dari Gedung Denis sebagai markas utama.
Persenjataan lengkap serdadu Inggris dan citra mengerikan dari Gurkha, tidak lantas membuat pejuang Bandung lemas lutut bergeming.
Semangat revolusioner terwakilkan oleh tindakan heroik dua pemuda Bandung bernama Endang Karmas dan Mulyono.
Karmas yang gerah melihat triwarna berkibar, berniat menurunkannya dan menggantinya dengan Sang Merah Putih.
Dengan berani dan penuh risiko, Karmas bergerak sendirian masuk ke dalam Gedung Denis hingga mencapai bagian atap.
Setibanya di atap, Karmas bertemu dengan Mulyono yang juga memiliki niatan sama. Keduanya lantas bekerja sama menurunkan bendera triwarna.
Namun, ketika mencapai puncak menara, kedua pemuda tersebut terdiam sejenak karena tidak ada lagi jalan untuk naik.
Karmas dan Mulyono hanya memiliki satu pilihan, yakni dengan menarik kabel besi untuk mencapai bendera. Apa dikata, angin yang bertiup kencang membuat kabel besi begitu kuat dan bergerak sporadis. Kabel besi gagal diraih dan di waktu bersamaan desingan peluru pasukan Gurkha terdengar keras dari arah Hotel Savoy Homann. Spontan Karmas dan Mulyono menunduk panik.
Suasana mendadak beralih panas mencekam, tapi para pemuda Bandung yang berada di halaman gedung Denis tidak lantas menunjukkan ekspresi ketakutan. Suara ledakan justru dibalas dengan teriakan "Medeka, merdeka, merdeka!".
Di atap gedung, Karmas dan Mulyono terus berusaha menurunkan triwarna. Hingga kemudian bendera terkulai dan Karmas berhasil meraih ujungnya. Lantas, Karmas meminta Mulyono memegangnya. Bayonet dihunus dan bahu Mulyono dijadikan pijakan ketika Karmas naik untuk mencabik bagian warna biru pada bendera Belanda.
Warna biru pada triwarna dirobek keras, tersisalah warna merah dan putih. Sang Merah Putih berkibar sendiri di gedung Denis yang membuat pemuda semakin keras dan lantang menyerukan kata "Merdeka".
"Setelah tragedi perobekan bendera di gedung Denis dan ledakan peluru di Hotel Savoy Homann, bantuan datang dari gerilyawan Indonesia. Satu yang perlu diingat, ketika itu, Karmas dan Mulyono masih berusia belasan tahun. Mereka masih sangat muda tapi sangat berani," ujar pegiat sejarah Komunitas Aleut, Irfan Teguh.
Peristiwa di gedung Denis mendorong terbentuknya badan penghubung yang berfungsi menjembatani komunikasi antara pejuang Indonesia dan Sekutu. Walau dalam perjalanannya hubungan antara Indonesia dan Sekutu justru kembali memburuk.
Gedung Denis sendiri sebenarnya memiliki peran krusial dalam perjalanan memperjuangkan kemerdekaan. Baik Jepang maupun Belanda sangat ingin menguasai gedung Denis. Tidak heran jika pertumpahan darah kerap terjadi di gedung hasil karya arsitek Albert Frederik Aalbers tersebut. Bahkan, gedung Denis sempat menjadi titik keberangkatan utama ketika Keresidenan Priangan pindah ke Garut karena serangkaian peristiwa perlawanan revolusioner.
Namun, dokumentasi dan literatur mengenai perjalanan sejarah gedung Denis dipandang sangat minim. Menjadikan fakta sejarah seakan terlupakan. Hingga akhirnya dua wartawan bernama Enton Supriyatna dan Efrie Christianto merilis buku berjudul Merah Putih di Gedung Denis: Catatan Tercecer di Awal Kemerdekaan.