Sabtu, 4 Oktober 2025

Pengamat: MK Harus Juga Lihat Sisi Etika Berdemokrasi Sikapi Gugatan Masa Jabatan Wapres

Pengamat politik Ray Rangkuti menilai MK perlu juga melihat dalam fatsun dan etika berdemokrasi.

Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Pengamat politik Ray Rangkuti. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) diminta tidak sekedar memakai pendekatan hukum dalam bersikap atas uji materi Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden selama dua periode.

Pengamat politik Ray Rangkuti menilai MK perlu juga melihat dalam fatsun dan etika berdemokrasi.

Baca: Anggota parlemen yang dijuluki Mr Clean terjun dari apartemen karena diduga terima suap

"Agar kita tak selalu memandang bahwa hal yang tak diatur oleh UU berarti boleh. Padahal, di luar UU yang mengatur, sejatinya fatsun, adab atau etika berdemokrasi juga harus dipandang," jelas Ray kepada Tribunnews.com, Senin (23/7/2018).

Karena kata dia, melihat demokrasi semata hanya apa yang tertulis di UU adalah sikap cetek berdemokrasi.

Karena jika hanya melihat dalam kacamata hukum, maka yang terjadi menurutnya, hanya akan memperlihatkan nafsu berkuasa yang tanpa batas.

Ray juga mengkhawatirkan, bila uji materi itu dikabulkan, akan membuat sistem demokrasi menjadi berantakan.

Regenerasi kepemimpinan politik nasional pun menurutnya menjadi berantakan bila MK menerima uji materi tersebut.

Ia pun mengutip Pasal 7 UUD 45 menyebut Presiden dan Wakil Presiden dipilih untuk masa bakti 5 tahun, dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan lagi.

Ia melihat Presiden dan wakil presiden disebutkan dalam satu redaksi dan tarikan napas yang sama, dalam aturan tersebut.

"Jadi sifat masa jabatan presiden berlaku juga untuk wakil presiden dan atau sebaliknya," jelasnya.

Sebelumnya, Perindo mengajukan gugatan terhadap Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal tersebut menyatakan bahwa calon presiden-calon wakil presiden belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

Partai tersebut merasa dirugikan oleh pasal itu karena menghalangi mereka untuk mengajukan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai cawapres pada pemilu 2019.

Kalla juga telah mendaftarkan diri menjadi pihak terkait uji materi tersebut, pada Jumat (20/7/2018).(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved