Pilkada Serentak
Pengamat: KPU Tidak Adil Sikapi Larangan Mantan Koruptor Maju Jadi Caleg
Dia mempertanyakan mengapa saat menjelang Pilkada 2018 KPU tidak menerbitkan aturan serupa.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak bersikap adil terhadap mantan narapidana kasus korupsi dalam menduduki jabatan publik.
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai, KPU hanya menyasar calon legislatif tapi tidak ke calon kepala daerah.
Seperti dihetahui, KPU memberlakukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai larangan mantan narapidana korupsi jadi calon anggota legislatif.
Dia mempertanyakan mengapa saat menjelang Pilkada 2018 KPU tidak menerbitkan aturan serupa.
"Ada ketidakadilan KPU dalam membuat atur. Harusnya peraturan ini juga diberlakukan kemarin pada saat sebelum Pilkada, untuk menjadi Gubernur, Walikota dan Bupati," ujar Emrus Sihombing kepada Tribunnews.com, Senin (2/7/2018).
Seharusnya, ada aturan KPU melarang mantan koruptor mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah.
"Tapi kalau ini kan kesannya seolah-olah hanya ke legislatif. Jadi tampaknya KPU tidak berlaku adil di dalam konteks menduduki jabatan publik, baik itu legislatif maupun eksekutif," tegasnya.
Baca: Petugas Cleaning Service Cantik Dibunuh Kekasihnya Sendiri di Meruya Ilir
Dia juga menyarankan agar aturan KPU itu tidak dipaksakan berlaku untuk pemilu 2019.
Menurutnya, harus lebih disempurnakan lagi isinya agar tidak menabrak UU yang sudah ada dan agar aturan KPU ini juga berlaku sama dalam Pilkada.
"Atau jika perlu aturan ini juga diperluas untuk jabatan publik lainnya seperti Menteri dan anggota kabinet dan sebagainya," jelasnya.
"Alangkah baiknya pelarangan ini diberlakukan mulai pemilu 2024, sekaligus berlaku untuk legislatif dan eksekutif, yang dituangkan dalam bentuk Rancangan Undang-undang yang merupakan usulan dari pemerintah," sarannya lebih lanjut.
Sebelumnya diberitakan, mantan narapidana kasus korupsi resmi dilarang ikut pemilihan legislatif DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota 2019.
KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, aturan tersebut resmi berlaku seiring dengan diumumkannya ke publik.
KPU menganggap aturan tersebut sah dan berlaku meski tidak diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.