Sabtu, 4 Oktober 2025

Mencermati Kesepakatan Trump Dan Kim Jong Un Dalam Kacamata Guru Besar UI

Trump dan Kim telah membuat joint Statement yang terdiri dari empat poin dalam pertemuannya di Singapura.

Editor: Johnson Simanjuntak
The Guardian
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat bertemu kali pertama pada KTT di Singapura 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah berlangsung di Singapura, Selasa (12/6/2018) kemarin.

Pertemuan bersejarah dua pria paling berpengaruh di dunia ini memang berdampak besar pada masa depan perang nuklir di seluruh dunia.

Terkait pertemuan tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana akan mencermati kesepakatan Trump dan Kim Jong Un.

Trump dan Kim telah membuat joint Statement yang terdiri dari empat poin dalam pertemuannya di Singapura.

Sebagaimana telah diduga pernyataan bersama tersebut masih bersifat umum dan kedua pemimpin sepakat untuk menindak-lanjuti secara teknis. Menlu AS Michael Pompeo dan pejabat tinggi dari Korut akan segera melakukan pembicaraan.

Masyarakat internasional perlu bersyukur pertemuan Trump-Kim berjalan positif dan memberi suatu harapan bagi perdamian abadi di semenanjung Korea.

Hanya saja, menurut Hikmahanto, dunia tidak seharusnya larut dalam kegembiraan.

Karena masih ada sejumlah langkah yang harus dilakukan agar denuklirisasi di Korut terwujud dan bukannya tidak mungkin berbagai rintangan harus dihadapi.

Rintangan pertama, dia melihat, adalah berkaitan dengan perilaku Trump.

Ini mengingat pasca pertemuan bersejarah di Singapura itu, Trump merasa dirinya keluar sebagai pemenang perang.

"Perilaku seperti ini akan memprovokasi Kim, bahkan rakyat Korut, untuk bereaksi negatif dan berdampak pada perundingan teknis," ujar Himahanto kepada Tribunnews.com, Kamis (14/6/2018).

Kedua, dunia perlu memperhatikan situasi politik dalam negeri di Korut.

Karena bila ada loyalis orang tua dan kakek Kim yang kecewa dengan hasil pertemuan, maka menjadi pertanyaan apakah mereka tidak akan melakukan kudeta atas kepemimpinan Kim?

Selain itu bila kudeta terjadi lagi-lagi ini akan berdampak pada pertemuan teknis.

Selanjutnya yang menjadi tantangan adalah apa rumusan-rumusan teknis sebagai tindak lanjut dari kesepakatanTrump dan Kim.

Semisal kata dia, program denuklirisasi Korut apakah akan disertai dengan penarikan mundur tentara AS di Korea Selatan, bahkan Jepang.

Demikian pula apakah kelanjutan dinasti Kim akan dijamin keberlanjutannya di Korut seiring dengan lebih sejahteranya rakyat Korut, terwujudnya demokratisasi dan penghormatan terhadap HAM.

Dalam kaitan ini apakah AS dapat menahan diri untuk tidak terlibat dalam penjatuhan rejim Kim.

Kekhawatiran ini menilik dari pengalaman sejumlah negara di Timur Tengah dimana AS berada dibelakang pemberontak yang ingin menjatuhkan pemimpin yang otoriter, mulai dari Saddam Hussein hingga Muamar Gaddafi.

Tentu masih banyak lagi isu-isu yang menjadi tantangan bagi tim teknis untuk dapat dirumuskan.

"Intinya tim teknis akan menghadapi situasi dimana "Setannya berada pada isu teknis (the Devil is on the Details)," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Trump dan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un menandatangani dokumen yang belum diketahui isinya.

Namun dokumen itu digambarkan Trump sebagai hal yang sangat penting dan komprehensif, untuk menyimpulkan pertemuan mereka di Singapura.

Trump mengatakan dirinya benar-benar akan mengundang Kim ke Gedung Putih.

Namun demikian, terkait isi dari dokumen itu masih dirahasiakan.

Dilansir dari CBS News, Selasa (12/6/2018), Trump dan Kim dijadwalkan akan menggelar konferensi pers pada pukul 16.00 waktu setempat, dimana nantinya mereka akan menjelaskan terkait rincian pertemuan tersebut.

Perlu diketahui, saat Trump kali pertama berjabat tangan dan bertemu dengan Kim, ia menyampaikan bahwa ia berpikir bisa menjalin hubungan yang hebat bersama pemimpin negara komunis itu.

Begitu pula dengan Kim, melalui seorang penerjemah, ia mengatakan Korut harus mengatasi sejumlah rintangan untuk bisa sampai pada momen pertemuan dengan AS.

Dalam KTT tersebut, setidaknya kedua pemimpin itu mempertaruhkan nilai yang sangat tinggi.

Trump meminta agar Korut melakukan denuklirisasi lengkap dan terverifikasi sehingga Semenanjung Korea terbebas dari nuklir.

Sedangkan Kim menginginkan agar sanksi yang diberikan terhadap negara yang dipimpinnya dikurangi.

Pertemuan Trump dan Kim diawali dengan berjabat tangan, kemudian melakukan pertemuan pribadi pada sesi pertama yang hanya didampingi penerjemah.

Lalu dilanjutkan pada pertemuan sesi kedua yang melibatkan para pejabat senior kedua negara.

Sedangkan sesi ketiga, kedua rombongan itu melakukan makan siang bersama, sama seperti yang dilakukan Kim pada KTT bersama Presiden Korea Selatan Moon Jae In di desa perbatasan Panmunjom, zona demiliterisasi beberapa waktu lalu.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved