Mantan Komandan Kelompok Teroris NII Ungkap Cara Perekrutan Kelompok Radikal
Pendiri NII Crisis Center yang juga Mantan Komandan (Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan berbagi cerita mengenai cara perekrutan teroris.
Pertanyaanya adalah, apakah hari ini kita dalam bernegara sudah berquran? Apakah quran sudah jadi sumber dari segala sumber hukum untuk kita memutuskan perkara?
"Menurut mereka di Indonesia untuk memutuskan perkara bukanlah menggunakan sumber hukum Islam/Alquran, namun menggunakan sumber hukum Pancasila, KUPP peninggalan penjajah Belanda, jadi menurut mereka pancasila bukanlah sumber hukum Islam, tapi merupakan atutan penjajah yang selamanya akan hanya perpihak pada penguasa saja," jelas Ken kepada Tribunnews.com, Senin (28/5/2018).
Lalu, ia lanjutkan cara perekrutan, sang korban ditanya, 'apakah boleh menduakan/menyekutukan Allah, coba ucapkan shahadat, bahwa tidak ada tuhan selain Allah, tidak ada sumber hukum lain selain sumber hukum Allah yaitu alquran.'
"Lalu dijelaskan oleh sang perekrut bahwa ada fakta bahwa peraturan di Indonesia banyak yang melawan hukum Allah."
"Contohnya peredaran minuman keras di toko-toko, berarti pabriknya diijinkan pemerintah. Otomatis pemerintah Undang-undangnya melawan hukum Allah, dan kamu berarti sekarang berada di sebuah negara yang sesuai atau melawan hukum Allah?" demikian ia membocorkan proses perekrutan teroris.
Menurutnya, rata-rata korban menjawab 'ternyata kita berada disebuah negara yang aturan aturabya melawan hukum Allah.'
Perekrutan belum selesai sampai disini.
"Sang korban kemudian diajak bercanda, 'kamu umat Islam, tapi menggunakan aturan yang melawan hukum Allah."
"Berarti kamu sahadatnya masih main-main. Salat itu hukum islam, tapi kamu berada di tempat yang kotor, tempat dimana tidak diberlakukan hukum Islam alias di tempat yang melawan hukum Allah,'" tuturnya.
"Berarti shahadatnya tidak sah, alias belum beriman atau kafir."
Lalu kata Ken, mereka, para perekrut menjelaskan bahwa walaupun KTP Islam dan rajin ibadah tapi bila dilaksanakam di tempat yang kotor, najis maka ibadahnya tidak sah.
"Mereka menggambarkan orang Indonesia yang ber-KTP Islam dan rajin ibadah itu seperti buah apel yang dibungkus alumunium foil tapi berada di tempat sampah."
"Walaupun apel itu streril, tapi karena berada di tempat sampah berarti nilainya bukan apel tapi sampah," ucapnya menirukan cara perekrut teroris melakukan proses perekrutan.
Begitu juga di Indonesia, demikian Ken mengulangi pernyataan para perekrut--walaupun KTP Islam dan rajin ibadah tapi karena berada di sebuah negara yang aturanya melawan hukum Allah, maka menurut mereka bukan umat Islam tapi umat Pancasila yang taghut/berhala.
"Jadi syarat masuk kelompok radikal adalah meninggalkan berhala pancasila yang dianggap sebagai taghut."