Pemilu 2019
Soal Wacana Mantan Narapidana Dilarang Jadi Caleg, Menhumkam Yasonna: KPU Tak Bisa Cabut Hak Orang
Beberapa waktu lalu, Ketua KPU RI Arief Budiman mewacanakan pelarangan mantan narapidana untuk maju sebagai caleg.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Ketua KPU RI Arief Budiman mewacanakan pelarangan mantan narapidana untuk maju sebagai caleg.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyambut baik wacana tersebut.
Namun ia menegaskan, KPU tak bisa mencabut hak seseorang karena hak tersebut telah diatur dalam Undang-Undang.
"Maksud itu baik sekali, maksudnya itu sangat baik tapi kalau menurut saya itu adalah materi UU, mencabut hak dan menghilangkan orang itu materi UU, bukan materi ketentuan teknis. Itu persoalannya," ujarnya di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (26/4/2018).
"KPU itu tidak boleh menciptakan norma yang menghilangkan hak. itu UU itu (yg mengatur)," lanjutnya.
Baca: Caleg Nasdem Dituding Gelapkan Rp6,11 Miliar Milik Jemaah Haji
Meski nantinya, aturan tersebut tetap dijalankan oleh KPU, Yasonna pun mempersilahkan komisi penyelenggara Pemilu itu.
"Tapi kalau KPU ngotot, ya silakan aja. No problem. Saya memahami maksudnya sangat baik dan kita juga menganjurkan itu, janganlah masih banyak calon-calon yang berintegritas," tuturnya.
Diketahui kini KPU sendiri masih melakukan kajian pada usulan aturan itu.
Aturan soal mantan narapidana yang boleh mencalonkan diri sebagai caleg tercantum dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada Pasal 240 ayat (1) huruf (g) disebutkan:
Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Sebelumnya, pada Senin (2/4/2018) lalu, Arief mewacanakan hal itu karena melihat banyaknya calon kepala 3 yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana.
"Sebenarnya itu kan respon atas apa yang terjadi saat pencalonan, setelah ditetapkan nyatanya banyak yang ditangkap karena ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Itu juga sebagai upaya kita untuk mencegah kepala daerah terpilih melakukan korupsi,”ujar Arief.