Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemilu 2019

Ujian Komitmen Antikorupsi KPU, DPR dan Pemerintah Di Balik Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg

Dia tegaskan, usulan KPU ini sama sekali tidak bertengan dengan UU Pemilu, karena larangan mencalonkan mantan napi korupsi diberikan kepada partai

Editor: Johnson Simanjuntak
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Anti Politisi Busuk mendukung penuh rencangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif, yang melarang mantan napi korupsi menjadi calon anggota legislatif.

Rancangan Peraturan KPU ini tujuannya untuk meneguhkan komitmen bersama agar partai politik dan pemilih dilindungi dari bakal calon anggota legislatif yang pernah dijerat tindak pidana korupsi.

Koalisi melihat KPU coba memberikan penegasan kepada publik, korupsi adalah kejahatan luar biasa, yang tidak boleh lagi dipandang biasa saja.

Mantan pelaku tindak pidana korupsi tidak bisa dipersamakan dengan kejahatan lainnya. Termasuk juga kesempatan untuk mengisi jabatan publik sepenting anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Untuk itu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai KPU harus berkomitmen penuh untuk mempertahankan pengaturan ini dan dapat segera disahkan menjadi Peraturan KPU, setelah proses konsultasi di DPR dan Pemerintah selesai dilaksanakan.

"Kami mendukung penuh rencangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif, yang melarang mantan napi korupsi menjadi calon anggota legislatif," ujar Titi Anggraini mewakili Koalisi AntiPolitisi kepada Tribunnews.com, Senin (9/4/2018).

Lebih jauh menurutnya, KPU harus mengingat, bahwa proses konsultasi dengan Pemerintah dan DPR tidaklah mengikat, sesuai dengan Putusan MK No.92/PUU-XIV/2016.

Putusan MK sudah menyatakan bahwa proses konsultasi Peraturan KPU tidak boleh mengikat KPU sebagai penyelenggara pemilu, karena berpotensi merusak kemandirian lembaga penyelenggara pemilu.

DPR RI dan Pemerintah pun diharapkan memiliki komitmen yang sama, terhadap semangat menghasilkan calon anggota legislatif yang bersih secara integritas, dan tak memiliki jejak rekam mantan napi korupsi.

"Ini adalah ujian komitmen pemerintah dan DPR terhadap tujuan pemilu, khususnya menghasilkan anggota legislatif yang kuat, bersih, dan mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat," tegasnya.

Dia tegaskan, usulan KPU ini sama sekali tidak bertengan dengan UU Pemilu, karena larangan mencalonkan mantan napi korupsi diberikan kepada partai politik.

Artinya, apartai politiklah yang tidak boleh mencalonkan mantan napi korupsi.

Koalisi juga mendorong presiden untuk memerintahkan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM agar mendukung rancangan Peraturan KPU yang melarang mantan napi korupsi untuk bisa maju menjadi calon anggota legislatif dengan meletakkan larangan itu kepada partai politik peserta pemilu.

Ia pun mengutip Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Yakni KPU berwenang membentuk aturannya sendiri berdasarkan kewenangannya sebagai penyelengara Pemilu untuk mengatur pembatasan hak terhadap seorang mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam Pemilu 2019.

Dia tegaskan, PKPU yang akan diterapkan KPU untuk membatasi hak mencalonkan mantan napi korupsi bertujuan untuk menyelamatkan proses penyelenggaraan dari ditangkap tangannya calon karena terbiasa melakukan politik uang.

"Sehingga mengganggu proses Pemilu dan menyelamatkan Pemilih dari terjebak memilih calon "kucing dalam karung" yang membuat pelaku koruptor dapat mengulangi perbuatannya ketika terpilih," ujarnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved