Korupsi KTP Elektronik
Setya Novanto Sebut Nama Puan, Masinton: Proses Penegakan Hukum Jangan Jadi Alat Politik
"Jangan melebar ke mana-mana apalagi di luar nama-nama yang tidak tertera dalam dakwaan," jelasnya.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu angkat suara menanggapi "nyanyian" terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP, Setya Novanto, dalam sidang korupsi e KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).
Setya Novanto menyebut nama Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menerima aliran dana sebesar USD 500 Ribu dalam kasus tersebut.
Baca: Mobil Milik Anggota DPRD DKI diderek Petugas Dishub, Sandiaga Uno Yakin Ada Pelanggaran
Menurut Politikus PDI Perjuangan tersebut apa yang diungkapkan mantan Ketua Umum Golkar itu hanyalah "katanya" dari seseorang bernama Made Oka Masagung saja.
Menurut Masinto pengakuan Setya Novanto tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk menjerat Puan dan Pramono Anung.
"Penegakan hukum harus berdasar pada kekuatan alat bukti, bukan pada keterangan yang tidak jelas di persidangan yang bersumber pada 'katanya-katanya' atau testimonium de auditu yang bukan merupakan alat bukti," tegas Masinton Pasaribu kepada Tribunnews.com, Jumat (23/3/2018).
Baca: Puan Maharani: Apa yang Disebut Setya Novanto Itu Tidak Benar
Kata Masinton Pasaribu, ada belasan nama yang masuk dalam berita acara pemeriksaan dalam dakwaan kasus eKTP.
Saran dia, penegak hukum fokus saja menggali pembuktian pada nama-nama yang tertera dalam materi dakwaan.
"Jangan melebar ke mana-mana apalagi di luar nama-nama yang tidak tertera dalam dakwaan," jelasnya.
Karena ini tahun politik, dia mengingatkan, jangan sampai proses penegakan hukum menjadi alat politik untuk membunuh karakter orang lain yang belum jelas perannya dalam kasus e-KTP.
"Persepsi publik jangan digiring pada drama kasus e-KTP," katanya.
Ia pun menunjukan bukti kejadian drama penyebutan nama-nama dalam persidangan pengadilan tipikor kasus e-KTP tanggal 30 Maret 2017 lalu.
Baca: Puan Maharani: Apa yang Disebut Setya Novanto Itu Tidak Benar