Selasa, 7 Oktober 2025

UU MD3

Presiden Jokowi Tak Teken, Ini Pasal-pasal Kontroversi dalam UU MD3

Meskipun sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak meneken revisi UU MD3, itu tidak berimplikasi secara kekuatan hukum.

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Jawa Barat melakukan unjuk rasa menolak revisi UU No 17 tahun 2014 tentang MD3 di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (28/2/2018). Dalam aksinya, sekitar seratus lebih mahasiswa itu, menolak revisi UU MD3 karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan nilai-nilai demokrasi, dimana ada tiga pasal dalam revisi undang-undang tersebut menguatkan dewan legislatif menjadi kebal hukum. Mereka juga mendesak Presiden segera mengeluarkan Perpu untuk mendorong DPR merevisi UU MD3. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

3. Pasal 122 huruf k mengatur tentang hak DPR dalam mengambil langkah hukum terhadap pihak yang dianggap merendahkan kehormatan DPR atau anggotanya

Pasal 122 yang membuat DPR, kembali melalui MKD, bisa mempidanakan orang-orang yang dianggap merendahkan DPR dan pribadi anggota DPR.

Tujuan pasal ini yakni untuk menjaga marwah dan kehormatan DPR sebagai lembaga tinggi negara dan pribadi anggota DPR sebagai pejabat negara. Pasal ini menandakan kembali hidupnya pasal penghinaan peninggalan Belanda yang disebut Haatzaai Artikelen. Namun, dilihat dari sejarahnya, pasal itu berlaku untuk simbol negara.

Pasal ini dinilai bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, prinsip perwakilan melalui pemilu, sebagaimana diatur konstitusi serta bertentangan dengan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan DPR itu sendiri.

4. Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana

Perubahan pasal ini menjadi mewajibkan pemeriksaan anggota DPR harus mendapat pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan mengantongi izin presiden.

"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)."

Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan klausul atas izin MKD, sehingga izin diberikan oleh presiden.

Kini DPR mengganti izin MKD dengan frase "pertimbangan". Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas menjamin pasal tersebut tak akan menghambat proses pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum.

Supratman menegaskan, peran MKD sebatas memberi pertimbangan. Presiden nantinya berhak menggunakan pertimbangan tersebut atau tidak sama sekali.

Ia juga mengatakan, pertimbangan MKD dan izin presiden tidak berlaku bagi anggota DPR yang tertangkap tangan saat melakukan tindak pidana, terlibat tindak pidana khusus, dan pidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.

"Tipidsus (tindak pidana khusus) tidak perlu lagi karena itu kan pengecualian. Pertama tertangkap tangan tidak perlu izin presiden. Kedua tipidsus korupsi dan selainnya. Lalu diancam pidana mati atau pidana seumur hidup tidak perlu izin presiden," kata politisi Partai Gerindra itu.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved