Pilkada Serentak
Penangguhan Penetapan Tersangka Sebelum Pilkada, JImly: Gara-gara Kasus Ahok, Semua Kacau
Jimly mengatakan, himbauan itu sudah disampaikan sejak zaman Kapolri dijabat Jenderal (Purn) Pol Badrodin Haiti pada tahun 2015 silam.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mendukung pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk menangguhkan penetapan tersangka jika ada calon kepala daerah yang tersangkut kasus pidana sampai Pilkada 2018 selesai.
Menurut Jimly yang juga Ketua Umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) hal itu diperlukan agar antara politik dan hukum tidak dicampuradukkan serta hukum tidak menjadi alat politik untuk menjatuhkan lawan di pilkada.
Jimly mengatakan, himbauan itu sudah disampaikan sejak zaman Kapolri dijabat Jenderal (Purn) Pol Badrodin Haiti pada tahun 2015 silam.
Namun semuanya menjadi kacau dan tidak diindahkan sejak Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama sebelum Pilkada Jakarta 2017 dilakukan.
“Seharusnya Pilkada dulu, jangan ditetapkan tersangka dulu supaya hukum dan politik tidak campur aduk, itu maksud surat edaran Kapolri Badrodin Haiti beberapa tahun lalu. Tapi gara-gara Ahok dinyatakan tersangka jadi kacau semua.”
Baca: Soal MCA, Jimly: Bisa Saja Merk-nya X, Pelakunya Punya Latar Belakang Y
Baca: Pertemuan PSI dan Perindo dengan Jokowi, Jimly: Itu Goreng-Menggoreng Politik
“Semua orang tuntut penegakan hukum harus tanpa pandang bulu, tanpa pandang konteks, dewi keadilan seperti buta kepada kondisi sekitarnya,” ucap Jimly ketika ditemui di Kantor ICMI, Jakarta Pusat, Rabu (7/3/2018).
Jimly mengatakan sejak tahun 2009 hukum pidana kerap digunakan sebagai senjata untuk mengalahkan lawan politik.
Termasuk dengan tuduhan dugaan pemalsuan ijazah.
“Sejak tahun 2009 banyak sekali kasus penetapan tersangka atas calon kepala daerah karena ijazah palsu. Seseorang sudah profesor tapi ijazah SD bermasalah, dengan berbagi bukti lawan politiknya langsung melaporkan ke polisi, dan celakanya polisi langsung menetapkan tersangka.”
“Elektabilitasnya langsung jebol, langsung kalah, sejak saat itu hukum pidana menjadi alat politik, itu yang harus dicegah. Di kalangan pebisnis saja hukum pidana menjadi alat memenangkan perkara perdata, adapalagi politik,” kata dia.