Megawati Lemas Dengar Kader PDIP Mengundurkan Diri Karena Permintaan Suami
Mendengar alasan kadernya itu, membuat Megawati lemas dan tak bersuara karena menyangkut permasalahan keluarga.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JATINANGOR - Presiden ke-5 Indonesia Megawati Soekarnoputri bercerita tentang kesetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam terjun ke dunia politik.
Ketua Umum Partai DemokrasI Indonesia Perjuangan ini, memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada hari ini, 8 Maret 2018.
"Saya begitu penuh pengalaman terhadap permasalahan perempuan ini," ujar Megawati di Jatinangor, Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/3/2018).
Megawati mengatakan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 memuat kebijakan yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat.
Angka ini didapat berdasarkan penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30 persen memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik.
"Memang maksud dan niat untuk memberikan kuota 30 persen itu sangat baik. Tetapi pada tataran lapangannya, pada kenyataannya, sangat sulit hari-hari ini, untuk mencari kaum wanita yang mau, masuk, terjun ke bidang politik," ujar Megawati.
Baca: Wakil Ketua KPK Ungkap Modus Suap yang Gunakan Judi di Luar Negeri
Megawati mengatakan, beberapa perempuan mendaftar menjadi kader PDIP. Begitu terdaftar sebagai kader, ucap Megawati, karir mereka cukup baik. Namun, di tengah jalan, karir terpaksa berhenti karena permintaan suami.
"Saya bertanya kenapa, karir politik mu bagus. 'Karena di dalam keluarga saya, suami saya, mengatakan, harus memilih antara suami dan karir politik'," ujar Megawati.
Mendengar alasan kadernya itu, membuat Megawati lemas dan tak bersuara karena menyangkut permasalahan keluarga.
"Saya lalu lemas, lalu saya merasa tidak bisa bersuara, tidak bisa memberi usul dan saran. Karena itu sudah masuk ranah keluarga," ujarnya.
Megawati mengamati fenomena yang ada di Indonesia. Menurutnya, pasca Indonesia merdeka pada 1945, ada tren penurunan partisipasi perempuan di dunia politik.
"Beda dengan ibu-ibu kita waktu mereka masih ikut berjuang dengan bapak-bapak sangat kelihatan gairahnya untuk berkiprah di bidang politik," ujar Megawati.