Minggu, 5 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Dakwaan Dokter Bimanesh: Setya Novanto Minta Kepalanya Diperban dan Diinfus Pakai Jarum untuk Anak

Tedakwa kemudian menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich padahal terdakwa mengetahui Setya Novanto sedang memiliki masalah hukum

Editor: Johnson Simanjuntak
Theresia Felisiani/Tribunnews.com
dr Bimanesh Sutarjo terdakwa kasus merintangi penyidikan e-KTP sebelum menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/3/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam surat dakwaanya menyebut dokter Bimanesh Sutarjo bersama-sama dengan mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi bersekongkol agar Setya Novanto bisa dirawat di RS Medika Permata Hijau, Jakarta.

"Pada 16 November 2017 bertempat di RS Medika Permata Hijau terdakwa Fredrich Yunadi melakukan turut serta‎ perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi yakni merekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan," kata jaksa Moch Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan Bimanesh, Kamis (8/3/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Sesuai surat dakwan pada 16 November 2017, pukul 11.00 WIB terdakwa yang berprofesi sebagai dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Medika Permata Hijau dihubungi Fredrich meminta bantuan agar Setya Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit ssalah satunya hipertensi.

Sekitar pukul 14.00 WIB, Fredrich Yunadi kembali menegaskan permintaan tersebut dengan menemui terdakwa di kediamannya, apartemen Botanica Towe, Simprug, Jakarta Selatan dalam rangka memastikan agar Setya Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.

"Fredrich Yunadi juga memberikan kepada terdakwa foto dan rekam medik Setya Novanto dari RS Premier Jatinegara sebagai bahan diagnosa medis bagi terdakwa untuk rawat inap Setya Novanto, ujar jaksa.

Tedakwa kemudian menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich padahal terdakwa mengetahui Setya Novanto sedang memiliki masalah hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait e-KTP.

Selanjutnya terdakwa menghubungi dr Alia yang saat itu menjabat sebagai Plt Manajer pelayanan Medik RS Permata Hijau melalui telepon agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap Setya Novanto.

Direncanakan Setya Novanto akan masuk rumah sakir dengan diagnosa hipertensi besar. Padahal terdakwa belum pernah melakukan pemeriksaan fisik terhadap Setya Novanto.

Terdakwa juga menyampaikan bahwa dirinya sudah menghubungi dr Muhammad Thoyip, dokter spesialis jantung dan dr Joko Sanyoto, dokter spesialis bedah untuk melakukan perawatan bersama padahal belum pernah memberitahu kepada kedua dokter untuk merawat Setya Novanto.

Selain itu, terdakwa juga berpesan agar dr Alia jangan memberitahukan pada dr Hafil Budianto Abdulgani, Direktur RS Medika Permata Hijau tentang rencana memasukkan Setya Novanto untuk rawat inap.

Terdakwa kemudian memberikan telepon selulernya kepada Fredrich untuk berbicara langsung kepada dr Alia yang pada intinya Fredrich meminta agar disiapkan ruangan VIP dan memesan tambahan ruangan serta perawat yang berpengalaman untuk merawat Setya Novanto.

Mendengar permintaan dari Bimanesh dan Fredrich, Alia tetap meminta persetujuan dari Hafil Budianto Abdulgani terkait permintaan rawat inap Setnov. Dalam hal ini, Hafil meminta agar pasien tetap melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Selain itu, dr Alia menyampaikan kepada dr Michael Chia Cahaya yang bertugas sebagai dokter jaga di IGD bahwa akan masuk pasien Setya Novanto dengan diagnosa penyakit hipertensi berat.

"Sekitar pukul 17.00 WIB, Fredrich memerintahkan stafnya bernama Achmad Rudiansyah menghubungi dr Alia untuk melakukan pengecekan kamar VIP yang sudah dipesan sebelumnya untuk Setya Novanto dan selanjutnya sekitar pukul 17.45 WIB, Achmad Rudiansyah ditemani oleh dr Alia melakukan pengecekan kamar," terang jaksa.

Pukul 17.30 WIB, Fredrich datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr Michael Chia cahaya di ruang IGD meminta dibuatkan surat pengantar rawat inap atas nama Setya Novanto dengan diagnosa kecelakaan mobil. Padahal saat itu, Setya Novanto sedang berada di gedung DPR bersama Reza Pahlevi dan M Hilman Mattauch.

Atas permintaan itu, dr Michael Chia Cahaya menolak karena untuk mengeluarkan surat pengantar rawat inap dari IGD harus dilakukan pemeriksaan dahulu terhadap pasien. Selain itu Fredrich juga menemui dr Alia untuk melakukan pengecekan kamar VIP 323 sekaligus meminta kepada dr Alia agar alasan masuk rawat inap Setya Novanto yang semula adalah diagnosa penyakit hipertensi diubah dengan diagnosa kecelakaan.

Pukul 18.30 WIB, terdakwa datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr Michael Chia Cahaya menanyakan keberadaan Setya Novanto di ruang IGD, yang dijawab oleh dr Michael Chia Cahaya bahwa Setya Novanto belum datang hanya Fredrich selaku pengacara yang datang meminta surat pengantar rawat inap dari IGD dengan keterangan kecelakaan mobil namun ditolak dr Michael Chia Cahaya karena belum memeriksa Setya Novanto.

Atas penolakan itu, terdakwa membuat surat pengantar rawat inap menggunakan form surat pasien baru IGD padahal dirinya bukan dokter jaga IGD. Pada surat pengantar rawat inap itu terdakwa menuliskan diagnosis hipertensi, vertigo, diabetes melitus sekaligus membuat catatan harian dokter yang merupakan catatan hasil pemeriksaan awal terhadap pasien, padahal terdakwa belum memeriksa Setya Novanto dan tidak pernah mendapatkan konfirmasi dari dokter yang menangani Setya Novanto sebelumnya dari RS Premier Jatinegara karena memang tidak ada surat rujukan untuk dilakukan rawat inap terhadap Setya Novanto di RS lain.

Sekitar pukul 18.45 WIB, Setya Novanto tiba di RS Medika Permata Hijau langsung dibawa ke kamar VIP 323 sesuai surat pengantar rawat inap yang dibuat terdakwa. Setelah itu, Setya Novanto berada di kamar VIP 323. Terdakwa memerintahkan perawat Indri Astuti agar surat pengantar rawat inap dari IGD yang telah dibuatnya dibuang dan diganti baru dengan surat ‎pengantar dari Poli yang diiisi oleh terdakwa untuk pendaftaran pasien atas nama Setya Novanto di bagian administrasi rawat inap padahal sore itu bukan jadwal praktek terdakwa.

"Terdakwa juga menyampaikan kepada Indri Astuti agar luka di kepala Setya Novanto diperban sebagaimana permintaan dari Setya Novanto. Terdakwa juga memerintahkan Indri Astuti‎ agar Setya Novanto pura-pura dipasang infus yakni hanya ditempel saja namun indri tetap melakukan pemasangan infus menggunakan jarum kecil ukuran 24 yang bisa dipakai untuk anak-anak," tegas Jaksa.

Setelah Setya Novanto dirawat inap, Fredric memberikan keterangan di RS Medika Permata Hijau kepada wartawan seolah tidak mengetahui adanya kecelakaan mobil yang dialami Setya Novanto dan baru mendapat informasi dirawat inap dari Reza Pahlevi.

Dalam keterangannya, Fredrich menyampaikan ke awak media bahwa Setya Novanto mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar bakpao, padahal Setya novanto hanya mengalami beberapa luka ringan pada dahi, pelipis kiri, leher sebelah kiri serta lingin kiri.

Sekitar pukul 21.00 WIB penyidik KPK datang ke RS Medika Permata Hijau mengecek kondisi Setya Novanto yang tidak mengalami luka serius, namun fredrich menyampaikan kepada penyidik bahwa Setya Novanto sedang dalam perawatan intensif dari terdakwa sehingga tidak dapat dimintai keterangan.

Sedangkan terdakwa malam itu juga mematikan telepon selularnya sehingga tidak dapat dikonfirmasi oleh penyidik KPK. Fredrich lalu meminta Mansur, satpam RS Medika Permata Hijau agar menyampaikan ke penyidik KPK untuk meninggalkan ruang VIP di lantai 3 yang sebagian kamarnya sudah disewa keluarga Setya Novanto dengan alasan mengganggu pasien yang sedng istirahat.

Atas perbuatannya itu, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Diakhir sidang, Bimanesh dan kuasa hukumnya sepakat tidak akan mengajukan nota pembelaan atau eksepsi. Hakim lalu memutuskan sidang dilanjutkan pada Jumat 23 Maret 2018.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved