Minggu, 5 Oktober 2025

UU MD3

Jokowi Enggan Komentari Disahkanya UU MD3‎ ‎yang Kini Jadi Kontroversi

"Kalau saya melihat...Ya nanti," ujar Jokowi sembari tersenyum dan meninggalkan awak media di komplek Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/2/2018).

Biro Pers Setpres
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. BIRO PERS SETPRES/RUSMAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  -‎ ‎Presiden Joko Widodo belum dapat menanggapi terkait telah disahkannya Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Kalau saya melihat...Ya nanti," ujar Jokowi sembari tersenyum dan meninggalkan awak media di komplek Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/2/2018).

R‎revisi UU MD3 terdapat penambahan pasal, di mana DPR mendapatkan tiga kuasa tambahan, yakni pemanggilan paksa dalam rapat DPR, imunitas, dan bisa mengkriminalisasi penghinaan terhadap DPR

Diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)‎ menggelar rapat Paripurna membahas Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD ( MD3), Senin (12/2/2018).

Rapat yang dipimpin oleh Fadli Zon dan dihadiri oleh menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ini mengesahkan RUU ke dua Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD ( MD3) menjadi UU.

Dari 10 fraksi di DPR hanya 2 fraksi yang tidak setuju, yakni PPP dan Nasdem.

Ditempat terpisah sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan dengan disahkannya revisi UU MD3, DPR sama saja dengan "membunuh" hak berbicara demokrasi dan hak masyarakat sipil.

Baca: Polisi Panggil Manajemen Bus Premium Passion

Baca: Kasus Suap Emirsyah Satar, KPK Periksa Direktur Teknik PT Garuda Indonesia

"Saya kehilangan otoritas moral untuk bicara Demokrasi karena mereka (DPR) secara Berjamaah “membunuh” Demokrasi," ujar Dahnil.

Ia pun mengungkapkan penambahan 3 pasal pada UU itu pula membawa Indonesia kembali ke arah kegelapan demokrasi.

Menurut Dahnil, para politisi di Senayan ingin berkuasa tanpa batas melalui pengesahan UU ini.

"Mau mempersulit proses hukum dan memperoleh kekebalan hukum, dan anti kritik. Watak Otoritarian menjadi virus yang menyebar (pada politisi)," tambah Dahnil.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved