Inilah Tiga Residivis Korupsi: Mulai Bupati hingga Ketua DPRD
ICW mencatat sedikitnya terdapat tiga orang yang pernah menjadi residivis korupsi (Orang yang pernah dijatuhi hukuman
TRIBUNNERS - ICW mencatat sedikitnya terdapat tiga orang yang pernah menjadi residivis korupsi (Orang yang pernah dijatuhi hukuman dalam perkara korupsi dan setelah selesai menjalani hukuman kemudian melakukan kembali praktik korupsi).
Berikut seperti yang tertulis dalam rilis ICW yang diterima Tribunnews.com
Abdul Latif (Bupati Hulu Sungai Tengah)
Abdul Latif, Bupati Hulu Sungai Tengah pada 4 Januari 2017 terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK atas kasus suap proyek pembangunan RSUD Damanhuri. Ia diduga menerima suap Rp3,6 milyar.
Jumlah itu merupakan 7,5 persen dari total nilai proyek pembangunan ruang rawat kelas I, II, VIP, dan Super VIP RSUD Damanhuri.
Uang suap ini diberikan oleh Direktur Utama PT Menara Agung Donny Winoto, selaku kontraktor proyek.
Sebelumnya, Abdul Latif saat menjabat sebagai pengusaha, pada tahun 2005-2006 pernah tersangkut kasus korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Labuan Amas Utara dengan anggaran Rp711 juta.
Pada 8 Juni 2008, Pengadilan Negeri Barabai menjatuhkan vonis terhadap Abdul Latif 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp37.636.500. Di tingkat banding dan Kasasi, putusan tersebut diperkuat.
Mochammad Basuki (Ketua DPRD Jawa Timur)
KPK pada 6 Juni 2017 menetapkan Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Fraksi Partai Gerindra Mochamad Basuki dalam kasus suap terkait pengawasan kegiatan anggaran dan revisi peraturan daerah (perda) di Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
Basuki disebut menerima suap dari beberapa Kepala Dinas (Kadis) Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim). Proses hukum terhadap M. Basuki masih berlanjut di KPK.
Sebelumnya pada tahun 2002, Basuki saat menjabat sebagai Ketua DPRD Surabaya pernah terlibat dalam kasus korupsi tunjangan kesehatan dan biaya operasional DPRD Surabaya yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar pada tahun 2002.
Anggaran yang semestinya digunakan untuk membayar premi asuransi kesehatan, dibagi-bagi kepada 45 anggota DPRD Surabaya.
Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman pada Basuki 1 tahun 5 bulan penjara dan denda Rp 20 juta subsider 1 bulan kuruangan serta membayar uang pengganti Rp 200 juta.
Namun hukumannya dikurangi menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan setelah mengajukan banding. Basuki keluar dari penjara pada 4 Februari 2004.
Aidil Fitra (Ketua KONI Samarinda)
Aidil Fitri, Ketua KONI Samarinda, pada tahun 2016 telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dia sebagai tersangka kasus penyelewengan dana Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) V/2014 Samarinda. Pada 5 Mei 2017, Pengadilan Tipikor Banjarmasin menjatuhkan vonis 1 tahun penjara terhadap Aidil dan membayar uang pengganti sebesar Rp 772 juta.
Tidak puas atas vonis ringan, Jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim dan dikabulkan oleh majelis hakim dengan menambah vonis Aidil menjadi 5 tahun penjara.
Sebelumnya pada 2010, Aidil Fitri saat menjabat sebagai anggota DPRD Samarinda pernah terlibat korupsi dana bantuan sosial (bansos) dari APBD Samarinda ke klub sepak bola Persisam Putra pada 2007–2008 yang merugikan keuangan negara hingga Rp 1,78 miliar.
Aidil juga dicopot dari jabatan general manager Persisam Putra. Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Samarinda pada tahun 2010, Aidil divonis setahun penjara ditambah denda Rp 50 juta, serta mengembalikan kerugian keuangan negara Rp 1,78 miliar.
Catatan ICW:
1. Selain karena alasan kesempatan, vonis yang ringan pada kasus korupsi sebelumnya dapat saja menjadi salah satu factor pendorong pelaku untuk melakukan korupsi setelah dia menjalani hukuman. Intinya vonis ringan tidak membuat pelaku kapok untuk mengulang tindakan serupa.
2. Dalam catatan ICW selama Semester I Tahun 2017, rata-rata vonis koruptor yaitu 2 tahun 3 bulan penjara. Jumlah tersebut tergolong kategori vonis ringan untuk koruptor. Tren Vonis ringan dan tanpa adanya upaya pemiskinan juga menjadi salah satu faktor bagi koruptor untuk nekat melakukan korupsi.
3. Perlu didorong agar residivis koruptor dijatuhi hukuman maksimal berdasarkan pasal UU Tipikor yang menjeratnya. Hukuman maksimal untuk kasus korupsi adalah 20 tahun penjara dan seumur hidup. Dalam kondisi tertentu hukuman mati juga dapat diterapkan untuk pelaku yang terbukti bersalah.
4. Diluar persoalan Residivis korupsi, dalam catatan ICW juga terdapat pula fenomena seorang pelaku yang dijerat lebih dari 1 kasus korupsi dalam berkas yang berbeda. Sedikitnya ada 10 kasus. Misalnya saja Gayus Tambunan, M. Nazaruddin, Fahd El Fouz, dan I Gede Winayasa.