Kaleidoskop 2017
Rapor Jokowi-JK dalam Kacamata Survei 2017
Tanggal 20 Oktober 2017 duet Presiden dan Wakil Presiden Indonesia Joko Widodo-Jusuf Kalla resmi memerintah selama tiga tahun sejak 2014.
Angka 48,9 persen itu terbagi antara Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo, Walikota Surabaya Tri Rismaharini, dan nama-nama lainnya.
Bahkan lembaga Poltracking Indonesia mencatat elektabilitas Jokowi sebesar 53,2 persen berbanding 33 persen milik Prabowo Subianto yang dirilis pada 26 November 2017 lalu.
Walaupun pada survei Poltracking, Jokowi memiliki elektabilitas di atas 50 persen namun menurut Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR menyebut selisih 20 persen itu belum cukup aman bagi Jokowi.
Hal tersebut berdasarkan adanya fakta bahwa selisih antara kepuasan dan elektabilitas terdapat selisih 14,8 persen.
“Tantangan sekaligus modal bagi Pak Jokowi adalah bagaimana membuat masyarakat yang puas terhadap kinerjanya mau memilih lagi dirinya di Pilpres 2019. Apalagi Pemilu baru akan berlangsung tahun 2019 mendatang,” ujar Hanta Yuda tanggal 26 Desember 2017 lalu.
Sebagai rujukan, Hanta menyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono yang berhasil meraup elektabilitas sebesar 60-70 persen jelang Pemilu 2009 untuk bisa terpilih kembali.
“Secara elektabilitas memang Pak Jokowi lebih tinggi tapi secara elektoral belum aman. Apalagi jika ada kuda hitam yang muncul jelang Pemilu 2019 yang bisa meraup elektabilitas hingga 10 persen,” tegas Hanta Yuda.
Menurut survei Poltracking tersebut ada tiga kandidat terkuat di luar keduanya yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (3,6 persen), Gatot Nurmantyo (3,2 persen), dan Anies Baswedan (2,8 persen) sementara 11,6 persen tidak menjawab.
Ganjalan di Bidang Ekonomi

Investasi jor-joran yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK justru menurut hasil beberapa lembaga survei tak sejalan dengan kepuasan publik terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut hasil survei Poltracking Indonesia, hanya ada 43,1 persen masyarakat yang puas dengan kondisi perekonomian di era Jokowi-JK, 41 persen tidak puas, dan 5,5 persen mengaku sangat tidak puas.
Keluhan terhadap bidang ekonomi juga ditemukan lembaga survei KedaiKopi yang mencatat 24 persen responden mengeluhkan kondisi perekonomian yang sulit, disusul demokrasi yang sedang diuji (21 persen), lebih baik dari pemerintahan sebelumnya (20,5 persen), normal (10,6 persen), pembangunan dan pelayanan meningkat (5,8 persen), ada korupsi (5,2 persen), keamanan (4,8 persen), dan tidak tahu sebanyak 6,6 persen.
“Sebanyak 55,4 persen responden keluhkan tarif listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan keperluan bahan pokoknya yang mahal. Sementara yang mengeluhkan ketersediaan lapangan pekerjaan 14,1 persen, korupsi (3,9 persen), narkoba (3,3 persen), berita hoax (2,5 persen), dan 7,6 persen menjawab tidak tahu,” ujar pendiri KedaiKopi Hendri Satrio tanggal 8 Oktober 2017 lalu.
Peneliti Politik dan Hubungan Internasional CSIS, Arya Fernandes pada tanggal 11 September 2017 lalu menjelaskan bahwa bidang ekonomi akan menjadi ganjalan terbesar Jokowi di tahun 2019 jika tidak segera diperbaiki.
“Kinerja perekonomian di mata masyarakat masih tertatih-tatih yaitu hanya mencapai kepuasan 56,9 persen, walaupun kini sudaj mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya 46,8 persen,” terangnya.
Untuk itu jika ingin berhasil di Pemilu Presiden 2019, Arya menyebut pemerintahan Jokowi-JK perlu menjaga kepuasan publik di bidang ekonomi agar tidak jeblok di bawah 50 persen.
“Kalau kinerja di bidang ekonomi dinilai berada di bawah 50 persen maka akan mengganggu jalannya pemerintahan maupun elektabilitas Pak Jokowi sendiri,” pungkasnya.