Pilkada Serentak
Rencana Politikus PKB Calonkan Diri Dalam Pilgub Riau Terkendala Setelah Ada Putusan MK
Rencana Abdul Wahid yang akan maju dalam Pemilihan Gubernur Riau dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 terkendala.
Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Anggota DPRD Riau Abdul Wahid yang akan maju dalam Pemilihan Gubernur Riau dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 terkendala.
Judicial review atau Uji materi terkait ketentuan pengunduran diri Anggota Legislatif Dalam Undang-Undang Pilkada yang dimohonkannya ditolak Mahkamah Konstitusi.
Baca: Uji Materi Ditolak MK, Anggota Legislatif yang Menjadi Calon Kepala Daerah Harus Mengundurkan Diri
Dengan demikian, maka syarat tersebut tetap berlaku.
"Dia mau maju sebagai gubernur Riau 2018. Tapi dengan adanya kayak gini kan terkendala," kata Andi Muhammad Asrun, kuasa hukum pemohon, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Baca: Wakil Ketua Umum Hanura Minta Kader Perempuan Bergerak di Tingkat RT dan Kelurahan
Menurut Asrun, kliennya yang berasal dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ingin agar Mahkamah menyatakan aturan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan cukup mengajukan cuti saja sebagaimana petahana kepala daerah yang maju dalam Pilkada.
Asrun menuturkan tahun 2004, Mahkamah pernah memutus perkara dan mengabulkan permohonan dari DPRD Cirebon dan Brebes agar anggota legislatif cukup mengajukan cuti dan tidak perlu mengundurkan diri.
Baca: APBD 2018 Alami Kenaikan, Sandiaga: Kami Pastikan Tidak Berhambur-hamburan Uangnya
"Mahkamah mengabulkan waktu itu. Kok ada dua putusan yang berbeda dalam satu kondisi yang sama," kritik Asrun.
Asrun juga mengkritik putusan itu karena menurutnya putusan Mahkamah menyebabkan ketidaksetaraan penerapan hukum.
Di satu sisi, hukum menerapkan unsur Pemerintah cukup mengajukan cuti, namun di sisi lain, anggota legislatif harus melepas pekerjannya jika maju dalam Pilkada.
Baca: KPK Periksa Lima Pihak Swasta dan Seorang Dokter Telisik Gratifikasi Bupati Rita
Walau demikian, Asrun mengatakan pihaknya mau tidak mau harus menerima putusan tersebut karena putusan MK adalah final dan mengikat.
"Ya kita harus menerima walaupun tidak senang karena memang secara konsitusional dikatakan putusan (MK) pertama dan terakhir. Harus diterima," kata Asrun.