Sabtu, 4 Oktober 2025

Tiga Opsi Pemerintah Terkait Kolom Agama Dalam KTP Untuk Penghayat Kepercayaan

"Kira-kira bisa tidak hari rabu diputuskan kamis langsung melaksanakan. Butuh waktu 1 bulan,"

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Glery Lazuardi
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, Minggu (12/11/2017). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membutuhkan waktu sekitar 1 bulan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan soal kolom agama untuk penghayat kepercayaan di KTP.

Kemendagri bersama instansi terkait, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, pemuka agama, DPR RI, DPD RI, masih merancang bagaimana memasukkan kolom agama bagi penghayat kepercayan di e-KTP.

Pemerintah mempunyai tiga opsi pencantuman agama dan penghayat kepercayaan di kolom e-KTP.

Baca: Kelompok Bersenjata Berondong Satgas Amole Dengan Tembakan di Area Freeport

Tiga opsi itu, yaitu pertama, kolom Agama/Kepercayaan diisi agama resmi.

Kedua, kolom Agama/Kepercayaan, yang mana itu sesuai putusan MK.

Ketiga, kolom Agama/Kepercayaan diisi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Baca: Pemuda Ini Terjaring Razia Polisi Saat Sedang Nongkrong, Ada Sabu dan Punya Catatan Kriminal

"Kira-kira bisa tidak hari rabu diputuskan kamis langsung melaksanakan. Butuh waktu 1 bulan," tutur Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, Minggu (12/11/2017).

Menurut dia, ada sejumlah hal yang perlu disiapkan meliputi perspektif manajemen dan perspektif teknis.

Perspektif manajemen untuk pelayanan publik perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran.

"Perspektif manajemen, pemerintah itu perlu data. Yang Manapun berada di mana? Sunda Wiwitan ada di mana? Kaharingan ada di mana? Parmalin ada di mana? Sehingga saat menyusun perencanaan pembangunan kita tahu. Tidak salah mengirim guru Kaharingan, tetapi kirim ke Kalimantan Barat. Jangan-jangan di sana tidak ada," kata dia.

Untuk perspektif teknis, kata dia, ini mudah dikerjakan, namun membutuhkan waktu karena perlu mengubah SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan), e-KTP, dan aplikasi Kartu Keluarga (KK).

Baca: Perjalanan KRL Arah Rangkasbitung Alami Gangguan, Akibat Rel Tergenang Air 20 Centimeter

"SIAK harus berubah. Aplikasi KTP el berubah karena masuk dalam kolom e-KTP dan mengubah aplikasi KK karena muncul di dalam KK," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang disampaikan Zudan, dalam database Kemendikbud pada periode 30 Juni 2017, ada 138.791 penghayat kepercayaan. Ada 187 organisasi penghayat kepercayaan yang tersebar di 13 provinsi seluruh Indonesia. Dari 187 organisasi itu ada 160 yang aktif dan 27 tidak aktif.

"Tetapi data ini pasti akan cepat melonjak karena selama ini yang penghayat kepercayaan ada menulis Budha, Kristen, dan Islam. Perspektif ini segera meningkat kalau sudah melakukan pendaftaran," tambahnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.

Hal itu diatur dalam Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU tentang Administrasi Kependudukan.

Uji materi diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.

Dalam putusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa kata “agama” dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved