Selasa, 30 September 2025

HTI, FPI dan Presidium 212 Tegaskan Tolak Perppu Ormas

"Kalau ada Perppu keluar tanpa keadaan perang dan kerusuhan sosial itu maka tidak memungkinkan untuk dikeluarkannya Perppu."

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Choirul Arifin
Rizal Bomantama/Tribunnews.com
Jubir FPI Munarman. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah organisasi masyarakat diundang untuk membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan oleh Komisi II DPR, Kamis (19/10/2017) kemarin.

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI) hingga Presidium Alumni 212 menyatakan penolakan terhadap Perppu Ormas.

Jubir FPI Munarman mengatakan, Perppu Ormas tidak layak untuk diterima.

Menurutnya, hal ini karena bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis dan berkeadilan. Dirinya menilai, tidak memenuhi unsur kegentingan memaksa.

Kegentingan yang dimaksud menurutnya berdasarkan 3 kondisi, pertama adanya darurat sipil atau kerusuhan sosial, bencana alam dan perang.

"Kalau ada Perppu keluar tanpa keadaan perang dan kerusuhan sosial itu maka tidak memungkinkan untuk dikeluarkannya Perppu. Di penjelasan Perppu harus ada keadaan kenapa harus ada Perppu," kata Munarman kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

Baca: Wiranto: Pemerintah Tak Berkewajiban Beberkan Semua Informasi Terkait Terorisme

Baca: Nafa Urbach: Nggak Pernah Ada Dendam Sama Zack Lee

Lebih lanjut Munarman menjelaskan Perppu Ormas secara substansi bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis lantaran menghilangkan peran pengadilan dalam membubarkan ormas.

"Perppu ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis secara substansial bahwa Perppu ini menghilangkan peran yudikatif sebagai bagian dari kekuasaan resmi di negara ini untuk menilai," katanya.

Sebab, menurutnya, prinsip hukum menyebut pihak yang menuduh pihak lain maka harus membuktikan yang tertuduh berbuat kesalahan. Akan tetapi, Perppu itu malah mengatur sebaliknya.

Jika pemerintah yang menuduh suatu ormas bertentangan dengan Pancasila, maka ormas itu yang harus membuktikan mereka tidak bersalah.

"Tapi di Perppu ini terbalik, Pemerintah secara subjektif itu bisa menuduh salah satu ormas untuk dibubarkan karena melanggar UU. Tapi kemudian ormasnya diminta membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah," katanya.

Sementara itu, Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma'arif menyebut dalam konteks Perppu Ormas, Presiden Joko Widodo sama sekali belum menjelaskan soal kondisi kegentingan memaksa.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan