Pengamat: Hati-hati Jebakan Presidential Treshold untuk Jokowi
Abi Rekso Panggalih selaku peneliti dari Lingkar Studi Elektoral (LSE), menuturkan bahwa Presiden patut berhati-hati atas situasi diatas.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kendati sudah ditandatangani oleh Presiden Jokowi polemik atas usulan DPR-RI terkait dengan Presidential Threshold sebesar 20-25%, masih menuai pro dan kontra di publik.
Politisi yang juga Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, turut melakukan gugatan atas PT 20-25% itu. yang cukup menarik, justru partai-partai oposisi pemerintah yang pada awalnya menolak Presidential threshold 20-25% tidak melakukan upaya-upaya kongkrit dan langkah-langkah hukum untuk membatalkan UU Pemilu yang sebelumnya mereka tolak.
Partai-partai oposisi ini (Demokrat, Gerindra. PAN dan PKS) malah terkesan hanya diam dan menbiarkan. padahal mereka bisa menempuh jalan judicial review atau gugatan melalui Mahkamah Konstitusi.
Abi Rekso Panggalih selaku peneliti dari Lingkar Studi Elektoral (LSE), menuturkan bahwa Presiden patut berhati-hati atas situasi diatas.
"Karena UU Pemilu yang telah ditandatanganinya, bisa saja menjadi jebakan Presiden Jokowi sendiri dalam pencalonan 2019 yang akan datang," ujar Abi Rekso di Jakarta, Selasa (12/9/2017).
Baca: Yusril: Presidential Treshold Dalam Pemilu serentak Tidak Relevan
Sebagai pengamat, Abi Rekso menilai Presiden Jokowi patut mewaspadai akan tiga hal krusial terkait dengan Presidential threshold 20-25% ini.
Pertama, Presiden Jokowi belum tentu bisa menjaga skema dukungan partai politik yang kini berada bersama pemerintah (PDI-P, Hanura, NasDem PKB, PKPI, PPP dan P-Golkar).
"Konteks ini sama halnya pada pertarungan legeslatif sebelumnya, ternyata PDI-P sebagai Partai pemenang tidak bisa menjadi ketua DPR-RI. Itu artinya tidak ada jaminan mutlak akan jumlah komposisi dukungan suara," ujarnya.
Kedua, sikap DIAM dari kelompok partai oposisi (Gerindra, PKS dan PAN) juga harus diwaspadai oleh Presiden Jokowi. Sikap mereka yang berseberangan dengan Presidential Threshold 20-25%, tidak tercermin dengan kegigihan mereka melawan keputusan itu.
"Bisa jadi mereka justeru mengambil keuntungan dengan menumpang pada isu 20-25% atau ada SKENARIO yang disiapkan secara khusus sebagai kejutan stunami politik untuk Presiden Jokowi. Kejutan ini bisa jadi akan menjadi sejarah politik baru, dimana presiden dengan tingkat kepuasan rakyat yang sangat tinggi, tetapi tidak dapat maju periode kedua karna tidak memiliki kendaraan politik," ujar Abi Rekso.
Ketiga sekaligus terakhir, dirinya melihat partai pendukung pemerintah masih belum solid dalam posisinya mendukung pemerintah.
"Hal ini tercermin dalam isu kelembagaan KPK, sikap Presiden Jokowi yang mendukung secara penuh justeru bersebrangan dengan partai pendukung,"katanya.
Dalam hal ini Presiden Jokowi harus segera melakukan evaluasi atas loyalitas partai pendukung pemerintah. Dengan melihat fakta hukum terjeratnya Setya Novanto Ketua Umum partai pendukung dengan dugaan kasus korupsi. Serta skema logika kekuasaan legislative dan partai politik, yang tidak serta merta untuk memberikan garansi dukungan terhadap Jokowi.
“Presidential threshold model ini banyak kelemahan. Dengan proporsi 20-25% Presiden Jokowi akan sangat bergantung pada partai pengusung nanti. Apa yang terjadi pada Ahok, bisa terulang kembali pada pencalonan Presiden 2019, jika dirinya tidak mendapat dukungan partai sebesar 20-25%. Bisa-bisa dirinya harus mengumpulkan dukungan KTP seperti yang Ahok lakukan pada pilkada DKI kemarin. Memangnya bisa Presiden jalur independen?” kelakar Abi Rekso.