Kamis, 2 Oktober 2025

MK Putuskan Calon Kepala Daerah DIY Tak Lagi Harus Sertakan Riwayat Hidup Istri

Pasal tersebut memikiki frasa 'yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak'.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat memberi sambutan usai pengucapan sumpah Ketua MK terpilih di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/7/2017). Arief Hidayat kembali terpilih menjadi ketua MK periode 2017-2020 secara aklamasi pada rapat pleno pemilihan Ketua MK yang dilakukan secara tertutup. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Calon Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta kini tidak lagi harus menyertakan daftar riwayat hidup mengenai istri.

Kepastian tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review atau uji materi dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pasal tersebut memikiki frasa 'yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak'.

"Mengabulkan permohon para Pemohon untuk seluruhnya," kata hakim ketua Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (31/8/2017).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat Pasal 18 tersebut merupakan bentuk campur tangan negara ke dalam domain yang oleh UUD 1945 telah diakui sebagai kewenangan Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman.

Mahkamah menilai ada ketidaksinkronan antara ketentuan mengenai syarat kepala daerah DIY dan di lain pihak, untuk menjadi calon kepala daerah DIY juga harus 'menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain, riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak'.

Ketentuan tersebut menandakan pembuat undang-undang mempersyaratkan bahwa untuk dapat menjadi calon Gubernur DIY maka seseorang yang bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono harus mempunyai tingkat pendidikan tertentu, mempunyai pekerjaan, mempunyai saudara kandung, mempunyai istri, dan mempunyai anak.

Kedua, untuk dapat menjadi calon Wakil Gubernur maka seseorang yang bertakhta sebagai Adipati Paku Alam harus mempunyai tingkat pendidikan tertentu, mempunyai pekerjaan, mempunyai saudara kandung, mempunyai istri, dan mempunyai anak.

Mahkamah kemudian bependapat justru frasa tersebut turut memberikan pengaruh terhadap persyaratan siapa yang berhak untuk bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono dan siapa yang berhak bertakhta sebagai Adipati Paku Alam.

" Padahal secara konstitusional, oleh UUD 1945 hal itu diakui merupakan wewenang penuh Kasultanan dan Kadipaten berdasarkan hukum yang berlaku di internal Kasultanan dan Kadipaten," kata hakim anggota I Gede Dewa Palguna membacakan pertimbangan mahkamah.

Oleh karena itu, telah terang bagi Mahkamah bahwa adanya frasa tersebut menyimpang dari semangat Pasal 18B ayat (1) UUD 1945.

Secara rasional, syarat menyerahkan daftar riwayat hidup bagi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sesungguhnya hanya relevan untuk daerah-daerah yang pengisian jabatan kepala daerah melalui pemilihan langsung. Itu diamaksudkan berkait dengan hak publik atau masyarakat untuk mengetahui calon pemimpinnya.

Baca: Baitul Muslimin Indonesia Kutuk Aksi Biadab Militer Myanmar Terhadap Muslim Rohingya

Sementara itu, untuk pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang nyata-nyata melalui pengangkatan. Syarat menyerahkan daftar riwayat hidup sesungguhnya tidak terlalu relevan meskipun hal itu tidak serta-merta berarti bertentangan dengan UUD 1945.

"Dikatakan tidak terlalu relevan sebab masyarakat Yogyakarta  sudah tahu bahwa yang akan menjadi gubernur adalah seseorang yang bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono dan yang akan menjadi wakil gubernur adalah seseorang yang bertakhta sebagai Adipati Paku Alam," tukas Palguna.

Uji materi tersebut diajukan oleh 11 warga Yogyakarta dengan beragam profesi yakni abdi dalem Keraton Ngayogyakarta, perangkat desa, pegiat antidiskriminasi hak asasi perempuan, serta aktivis perempuan ketua komnas Perempuan 1998.

Para pemohon mendalilkan pasal 18 menimbulkan penafsiran seolah-olah harus laki-laki untuk menjadi calon gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved