Sabtu, 4 Oktober 2025

Kampus Harus Lahirkan Wirausahawan dan Praktisi Politik

Setiap tahun jumlah lulusan perguruan tinggi (PT) mencapai 750.000 orang. Namun, tak ada jaminan semua diterima di pasaran kerja.

Penulis: Hasanudin Aco
Istimewa/Tribunnews.com
Sumaryoto Padmodiningrat (kanan) dan Mardiyanan saat kuliah umum (general stadium) di Kampus STIE PB, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (19/8/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, CIKARANG -  Setiap tahun jumlah lulusan perguruan tinggi (PT) mencapai 750.000 orang. Namun, tak ada jaminan semua diterima di pasaran kerja.

Hal ini terjadi karena kualifikasi lulusan PT tidak sesuai dengan kebutuhan pasaran kerja. Tak adalink and match (keterkaitan dan kesepadanan).

“Sebab itu, kampus harus mampu melahirkan wirausahawan, dan juga praktisi politik, karena pasar politik di Indonesia juga sangat menjanjikan,” ungkap dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Bangsa Drs KP H Sumaryoto Padmodiningrat MM ketika memberikan kuliah umum (general stadium) di Kampus STIE PB, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (19/8/2017).

Dalam kuliah yang dihadiri Ketua Pembina Yayasan PB yang juga Ketua STIE PB Ir H Mardiyana MM, Ketua Sekolah Tinggi Teknologi (STT) PB Dr Ir Supriyanto MP, para guru besar dan ribuan mahasiswa itu,

Sumaryoto yang juga pengusaha dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini lalu mengutip hasil studi Willis Towers Watson tentang Talent Management and Rewards sejak tahun 2014 yang mengungkap, 8 dari 10 perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan PT siap pakai.

“Sebab itu, sekali lagi, kampus harus mampu melahirkan wirausahawan yang memiliki usaha mandiri, baik perseroan terbatas (PT), comanditaire venotschap(CV), usaha dagang (UD), atau bahkan koperasi, serta praktisi politik yang siap menduduki jabatan di legislatif dan eksekutif,” tegasnya.

Peran entrepreneur atau wirausahawan dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, jelas Sumaryoto, telah dibuktikan oleh beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Singapura dan Malaysia.

Di AS lebih dari 14% penduduknya entrepreneur, Jepang 10% penduduknya entrepreneur, Singapura 7,2%, dan Malaysia 5%, sementara Indonesia hanya 0,18% atau kurang dari 1% dari jumlah penduduk.

“Padahal untuk membangun ekonomi dan menjadi bangsa yang maju, dibutuhkan minimal 2% wirausahawan dari populasi penduduknya, atau 4,8 juta wirausahawan di Indonesia saat ini,” papar pria low profile ini.

Menurut Sumaryoto, kewirausahaan mengajarkan kemandirian. Di dalam materi kewirausahaan terdapat teori manajemen dan marketing atau pemasaran. Kemandirian, manajemen dan marketing identik dengan kerja atau performa politisi.

“Oleh karena itu, menjadi politisi atau praktisi politik bagi seorang wirausahawan bukan sesuatu yang asing,” cetusnya dalam makalah bertajuk "Melahirkan Sarjana Wirausahawan & Praktisi Politik" itu.

Apalagi, kata Sumaryoto, pangsa pasar politik di Indonesia sangat menjanjikan. Selain jabatan publik di eksekutif (bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur, menteri hingga presiden/wakil presiden), sangat terbuka bagi pengusaha untuk terjun ke dunia politik demi meraih jabatan publik di legislatif (DPRD kabupaten/kota/provinsi, DPR RI dan DPD RI atau MPR RI).

Pasar politik kian terbuka dengan adanya 5 tenaga ahli (TA) dan 2 asisten pribadi (aspri) untuk setiap anggota DPR RI dan DPD RI.

TA dan Aspri ini diambil dari orang yang ahli di bidangnya dan biasanya sesuai dengan latar belakang politik anggota DPR RI atau DPD RI bersangkutan.

“Pada Pemilu 2019 akan ada penambahan jumlah anggota DPR RI sebanyak 15 orang, dari 560 orang menjadi 575 orang, dan DPD RI sebanyak 4 orang, dari 132 orang menjadi 136 orang,” urainya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved