Korupsi KTP Elektronik
Ade Komarudin Kaget Disebut Menerima Aliran Dana Proyek e-KTP
Politisi Partai Golkar Ade Komarudin kaget dengan pemberitaan yang menyebutkan dirinya menerima aliran dana proyek e-KTP.
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Golkar sekaligus anggota Komisi IX DPR RI Ade Komarudin kaget dengan pemberitaan yang menyebutkan dirinya menerima aliran dana proyek e-KTP.
Pasalnya, hakim Pengadilan Tipikor pada sidang putusan Irman dan Sugiharto, menyatakan dirinya menerima uang proyek e-KTP sebesar 100.000 dollar AS.
"Menyangkut soal vonis hakim kemarin ini juga perlu saya jelaskan, kaget saya waktu baca judul berita itu, waduh kok begini amat," kata Akom usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta, Rabu (3/8/2017).
Akom yang hadir di KPK sebagai saksi untuk kasus Setya Novanto ini menyebut, pemberitaan tersebut amat mengerikan, termasuk untuk keluarganya. Keluarganya ikut terkena dampak pemberitaan tersebut.
"Ayah saya bahkan di Purwakarta sana, (yang) hari-hari ngurus pesantren, terpukul. Mereka menangis karena judul berita itu. '(Judulnya) Akom titik dua, terbukti menerima'," ujar Akom.
Setelah memperhatikan yang dibacakan hakim, dia mengklaim tidak ada soal aliran dana tersebut.
"Setelah saya perhatikan dengan benar itu apa yang dibacakan oleh hakim itu, tidak ada seperti itu. Artinya hakim masih sangat profesional," ujar Akom.
Menurut jaksa, Akom meminta uang tersebut guna membiayai pertemuan dengan sejumlah camat, kepala desa, dan sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Bekasi.
Baca: Bupati Syafii Sempat Tawar Menawar Uang Suap Tapi Kajari Ngotot Minta Rp 250 Juta
Akom membantah dirinya meminta bantuan uang untuk pertemuan tersebut. Dia mengaku, pada acara itu dia dalam posisi diundang sebagai pembicara.
"Saya sudah jelaskan di persidangan bahwa saya tidak pernah meminta bantuan untuk kegiatan yang dimaksud dan itu berarti saya tidak pernah mengutus siapapun untuk meminta bantuan itu karena kegiatan tersebut kegiatan sosialisasi UU Sisminduk," ujar Akom.
Akom juga merasa dirinya tidak terlibat kasus e-KTP. Karena, sejak tahun 1997 menjadi anggota DPR, dia mengaku tidak pernah duduk di Komisi II DPR yang punya mitra kerja Kementerian Dalam Negeri.
Proyek e-KTP diketahui dibahas Komisi II bersama Kemendagri.
"Saya tegaskan bahwa saya bukan anggota Komisi II karena itu saya tidak terlibat dalam proses e-KTP, baik dimulai dari perencanaan, pembahasan, maupun pelaksanaan proyek itu," ujar Akom.
Saat konfirmasi lagi soal uang 100.000 dolar yang disebut hakim diterimanya, dia tidak menjawab tegas.
"Saya kan sejak 2005 tidak tinggal di situ (komplek DPR). Saya tidak lagi pergi ke komplek DPR," ujar Akom.
Sebelumnya, Majelis hakim yang mengadili perkara korupsi proyek e-KTP meyakini kedua terdakwa, yakni Irman dan Sugiharto, telah menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi.
Salah satunya, keduanya diyakini menguntungkan politisi Partai Golkar Ade Komarudin sebesar 100.000 dollar AS.
"Bahwa selain itu, terdapat pihak lain yang diuntungkan oleh para terdakwa, yakni Ade Komarudin sebesar 100.000 dollar AS," ujar hakim Anwar saat membacakan pertimbangan putusan bagi Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017) lalu.
Dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pernah mengakui ada uang yang diberikan kepada politisi Partai Golkar Ade Komarudin.
Hal itu dikatakan keduanya saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/6/2017) lalu.
Awalnya, majelis hakim menanyakan, apakah Irman kenal dengan Ade Komarudin atau yang sering disapa Akom.
Menurut Irman, ia tidak hanya kenal dengan Ade Komarudin. Ia bahkan pernah memerintahkan anak buahnya untuk menyerahkan uang kepada Ade. Irman mengakui sebelumnya ada permintaan uang dari Ade.
Dalam surat dakwaan, jaksa menjelaskan uang kepada Ade Komaruddin diserahkan para terdakwa pada pertengahan 2013.
Pemberian 100.000 dollar AS itu terkait jabatan Ade sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar.
Menurut jaksa, uang itu guna membiayai pertemuan Ade Komaruddin dalam pertemuan dengan sejumlah camat, kepala desa, dan sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Bekasi.
Dalam kasus ini, Irman dan Sugiharto, didakwa merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek pembuatan e-KTP. Keduanya juga dinilai menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi.
Beberapa di antaranya adalah anggota DPR RI. (thf/kps)