Minggu, 5 Oktober 2025

Manuver Politik

Sekjen PDIP: Prabowo Kritik UU Pemilu karena Ambisi Jadi Presiden

Opsi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional didukung mayoritas fraksi di DPR.

Editor: Johnson Simanjuntak
Repro/Kompas TV
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/2/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajak semua pihak menerima ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Pemilu yang sudah disahkan dalam paripurna DPR RI.

Hasto menyayangkan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mengatakan ambang batas pencalonan presiden adalah lelucon untuk menipu rakyat.

Menurut Hasto, hal tersebut disampaikan Prabowo hanya karena ambisi untuk kembali mencalonkan diri pada Pemilu Presiden 2019.

"Ketika ada voting di DPR soal presidential threshold yang hasilnya tidak membuatnya puas, maka dia katakan bahwa presidential threshold menipu rakyat. Jangan karena ambisi jadi presiden kemudian keputusan yang sah direduksi. Sekali lagi (Prabowo mengucapkan itu) hanya karena ambisi," kata Hasto, dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/7/2017).

Opsi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional didukung mayoritas fraksi di DPR.

Selain PDI-P, opsi ini juga didukung parpol koalisi pendukung pemerintah lain seperti Golkar, Nasdem, Hanura, PPP dan PKB.

Adapun Gerindra, bersama Demokrat, PKS dan PAN mendukung opsi ambang batas pencalonan presiden dihapuskan atau 0 persen.

Karena kalah suara, keempat fraksi tersebut walk out dari ruang sidang paripurna dan RUU pemilu dengan ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen disahkan menjadi UU secara aklamasi dalam rapat paripurna, Jumat (21/7/2017) dini hari.

Hasto mengatakan menang dan kalah dalam berpolitik merupakan hal biasa dan harus disikapi secara ksatria.

"Dengan jalan ksatria PDI-P menerima keputusan politik di DPR walau sering diambil atas kekuatan menang menangan semata," ucap Hasto.

Dia mencontohkan, saat awal Jokowi terpilih menjadi Presiden, parpol pendukung Prabowo yang saat itu tergabung dalam koalisi merah putih mengubah ketentuan dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Dengan perubahan itu, PDI-P sebagai pemenang pemilu legislatif tidak otomatis menduduki kursi pimpinan DPR. Pemilihan pimpinan dilakukan dengan sistem paket.

PDI-P dan koalisi pendukung Jokowi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat pun kalah dalam perebutan kursi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan. Namun PDI-P, kata Hasto, bisa menerima kekalahan itu.

"Mereka memotong suara rakyat sehingga apa yang disuarakan rakyat tidak tercerminkan di DPR. Tapi PDI-P yakin politik beretika harus dikedepankan," ucap Hasto.

Dalam jumpa pers bersama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (27/7/2017) malam, Prabowo mengkritik UU Pemilu yang baru saja disahkan DPR pada 20 Juli 2017.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved