Demokrat Singgung Pemerintahan Jokowi Jangan Salahkan Utang Warisan
Demokrat melihat ada penggiringan opini utang Pemerintah Joko Widodo yang terkesan memosisikan pemerintah sebelumnya sebagai kambing hitam.
Sementara selama 2,5 tahun Pemerintahan Jokowi, jumlah utang yang dihimpun sebesar Rp.1097,72 triliun dengan rasio utang 27,9 persen. Kondisi ini tak sebanding dengan prestasi dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi.
‘’Pada tahun 2015 pertumbuhan hanya mencapai 4,79 persen, kemudian tahun 2016 sebesar 5,02 persen. Untuk tahun 2017, sampai triwulan kedua hanya mencapai 5,1 persen," kata Marwan.
Menurut Marwan, klaim penambahan utang untuk sektor produktif seperti infrastruktur yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan pada pemerintahan Jokowi tidak sepenuhnya benar.
‘’Ini terbukti dari data BPS bahwa September 2016 ke maret 2017 kemiskinan naik 6.900 orang , dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang. Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan juga mengalami kenaikkan dari 0,44 pada September 2016 menjadi 0,48 pada Maret 2017,’’ tutur Marwan.
Ia mengingatkan, potensi resiko yang akan terjadi jika akumulasi hutang pemerintah terus bertambah tanpa diikuti dengan peningkatan produktivitas adalah ancaman kegagalan fiskal pemerintah, hal ini dapat dicermati melalui trend peningkatan defisit keseimbangan primer dalam APBN. APBN bisa kehilangan kemampuannya untuk membayar bunga utang dari hasil penerimaan negara.
Bahkan pemerintah dipaksa mencari utang baru untuk sekadar membayar bunga utang lama. Tahun 2017 diprediksi akan mencapai Rp 111,4 triliun atau naik sekitar Rp 5,9 triliun dibandingkan APBN 2016 yang sebesar Rp 105,5 triliun.
‘’Penambahan utang juga akan berpotensi pada kebangkrutan negara, hal ini dapat dicermati melalui angka Debt to Service Ratio (DSR), yaitu rasio beban pembayaran bunga dan cicilan pokok ULN dengan jumlah penerimaan ekspor. Sebagaimana disyaratkan oleh IMF bahwa batas wajar DSR suatu negara adalah 30%. Angka DSR utang pemerintah sekarang ini sudah mencapai 37,28%., hal ini menggambarkan bahwa kemampuan membayar utang Indonesia kian melemah,’’ kata Marwan.