Korupsi KTP Elektronik
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK Nilai DPR Gagal Fokus
Puluhan orang yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK, mendatangi kantor KPK. Mereka menyerahkan petisi dukungan untuk KPK.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Puluhan orang yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK, mendatangi kantor KPK.
Mereka memberikan dukungan untuk mengusut tuntas kasus korupsi yang ditangani, termasuk e-KTP.
Diketahui, belakangan ini, lembaga antirasuah tersebut terus mendapat sorotan publik karena DPR membentuk pansus angket KPK, terlebih menurut puluhan aktivis itu ada kekuatan besar untuk melemahkan KPK.
Koalisi ini tergabung dari aktivis, advokat, LSM, dan masyarakat memberikan petisi dukungan ratusan orang.
"Kami terimakasih pada KPK yang berkenan menerima petisi kami yang dikumpulkan satu minggu sebelum lebaran dan ditandatangani lebih dari 100 orang," kata koordinator koalisi Ray Rangkuti kepada wartawan di Gedung KPK Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2017).
Ada lima poin yang disampaikan Koalisi dalam petisi yang diserahkan kepada Ketua KPK. Pertama, hak angket oleh DPR dinilai akan melemahkan KPK, yang berarti akan memperlemah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kedua, hak angket oleh DPR merupakan bentuk kesewenangan, melakukan intervensi politik atas proses penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Ketiga, Koalisi menilai hak angket oleh DPR secara formal mengandung cacat hukum dan etika bernegara. Sebab, dari awal pembentukannya sudah menyimpang dari asas kepatutan moral dan nurani publik.
Keempat, hak angket oleh DPR dinilai gagal fokus, karena mengesankan DPR yang mencari-cari kelemahan dan kesalahan KPK.
Hal itu terlihat dari upaya Panitia Khusus Hak Angket yang mulai meminta bukti rekaman pemeriksaan hingga melebar ke urusan keuangan dan kinerja KPK.
Kelima, hak angket oleh DPR akan menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Hak angket terhadap KPK juga dapat mendegradasi kewibawaan DPR, sebagai lembaga tinggi negara yang mewakili aspirasi dan kehendak rakyat.
"Hal ini menjelaskan bahwa DPR lebih terlihat melakukan pendekatan kekuasaan dibandingkan mendukung upaya penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Ray.
Beberapa aktivis yang hadir yakni, Sebastian Salang dari Formappi, Ari Nurcahyo dari PARA Syndicate, dan Jeirry Sumampow dari Komite Pemilih Indonesia (TePI).
Kemudian, seniman Jajang C Noer, pengacara Muji Kartika Rahayu, dan beberapa aktivis lain.(*)