Setara Institute Minta Pasal Penodaan Agama Ditinjau Ulang
Satu di antaranya Setara Institute yang menilai pasal penodaan agama tersebut bermasalah baik dari segi rumusan norma maupun penegakan hukumnya.
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) divonis bersalah melakukan penodaan agama, sejumlah pihak meminta pemerintah dan DPR meninjau ulang pasal 156 a KUHP.
Satu di antaranya Setara Institute yang menilai pasal penodaan agama tersebut bermasalah baik dari segi rumusan norma maupun penegakan hukumnya.
Pemerintah dan DPR sendiri saat ini sedang membahas revisi KUHP serta sejumlah pasal di dalamnya.
"Tentunya dihapus atau ditinjau dengan mekanisme yang tadi saya sebutkan," kata direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu, (24/5/2017).
Menurut Hasani, Kasus penodaan agama sebagian besar selalu besinggungan dengan masalah politik.
Sejak tahun 1965 hingga 2017, tercatat 97 kasus penodaan agama terjadi di Indonesia.
Dari jumlah tersebut 88 diantaranya terjadi pasca-reformasi.
"Dalam kurun 19 tahun kasus penodaan agama, dalam kacamata kami bagian dari porses penggunaan alat politik," katanya.
melihat fakta tersebut, pasal penodaan agama harus dikritisi karena kecenderungan isu penodaan agama menjadi alat poltik.
Selain itu, menurut Hasani kasus penodaan agama selalu diwarnai tekanan massa.
Tercatat dari 97 kasus penodaan agama, 67 diantaranya selalu diwarnai tekanan masa dalam penegakan hukumnya.
"Trial by the mob beroprasi dalam kasus penodaan agama dan kita bisa bandingkan vonis kasus yang berdasarkan tekanan dan tidak ada tekanan, sangat variatif," katanya.
Terkahir, menurut Hasani, pihaknya merekomendasikan untuk menghapus atau meninjau pasal 156 a KUHP karena banyak yang memanfaatkan aturan tersebut.
Dalam prakteknya pasal penodaan agama tidak seutuhnya untuk kepentingan agama.
Berdasarkan catatannya, pasal penodaan agama digunakan karena beragam kasus.
Mulai dari perbedaan tafsir keagamaan, munculnya pandangan atau aliran agama baru, masalah pribadi termasuk percintaan, hingga masalah bisnis.
"Jadi buat apa kita mempertahankan pasal yang restrictid dan memakan banyak korban," katanya.