Golkar Tidak Masalah Kursi Pimpinan DPR Ditambah
Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) di badan legislatif mewacanakan akan menambah jumlah kursi
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN - Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) di badan legislatif mewacanakan akan menambah jumlah kursi pimpinan DPR.
Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham menjelaskan pihaknya tidak masalah jika alasan penambahan juga untuk mengakomodir partai besar dan juga atas proporsionalitas.
"Prinsipnya itu awalnya proporsional dan partai pemenang bisa menjadi pimpinan. Kami tidak masalah," jelasnya di Rapimnas Golkar, Balikpapan, Selasa (23/5/2017)
Sebelumnya, diberitakan Kompas.com ada usulan baru dalam pembahasan Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Usulan tersebut yakni penambahan jumlah kursi Pimpinan DPR menjadi 7 dan kursi Pimpinan MPR menjadi 11.
Pembahasan Revisi UU MD3 tak hanya melibatkan anggota dewan, tetapi juga pimpinan partai politik.
Usulan penambahan jumlah kursi ini yang terakhir muncul dan menjadi titik terang di tengah perdebatan keras saat pembahasan Revisi UU MD3.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mempersilakan jika ada pihak yang menggugat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).
Firman mengatakan, setiap undang-undang berhak digugat oleh warga negara sepanjang memiliki dasar yang kuat.
Pada revisi UU MD3 diusulkan penambahan pimpinan MPR menjadi 11 orang, DPR orang, dan DPD menjadi 5 orang.
"Itu hak warga masyarakat untuk menggugat, kan kita harus tunduk pada aturan yang ada, . Kalau ada yang menggungat dan punya dasar-dasar yang kuat itu ada mekanisme, kita enggak boleh melarang, undang-undang apapun berhak digugat," kata Firman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/5/2017).
Firman mengatakan, dalam pembahasan revisi UU MD3 memang kental dengan kepentingan politik sehingga membutuhkan kompromi.