Jumat, 3 Oktober 2025

Suster Yemi Kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang, Awalnya Canggung

Bagi suster Yemi, busana seperti itu adalah identitas bahwa dirinya seorang pemuka agama.

Editor: Johnson Simanjuntak
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
Suster Yemi Maribouk bersama teman-temannya 

Namun seiring berjalannya waktu, kini ia bisa berbaur dengan teman-teman yang lain.

Bagi Suster Yemi, keakraban itu adalah simbol bahwa ia diterima.

Busana Suster Yemi yang tidak berubah warna dan bentuk kerap menjadi pertanyaan teman sekelas.

Bahkan ada yang ingin membantu memberi kerudung warna baru agar suster Yemi tidak memakai kerudung yang itu-itu saja.

Tapi dengan interaksi itu, saling mengenal justru terbangun. Itu sekaligus menjadi kesempatan Suster Yemi memperkenalkan apa yang ia yakini.

Bagi suster Yemi, busana seperti itu adalah identitas bahwa dirinya seorang pemuka agama.

"Inilah identitas kami. Mereka menjaga saya. Kita saling mengerti. Mungkin kalau orang tidak mengerti, akan melihat sesama sebagai musuh," ujarnya.

Suster Yemi tidak berbeda dengan mahasiswa lainnya. Di UMM, ada namanya mata kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).

Setiap mahasiswa menerima mata kuliah ini. Tak terkecuali suster Yemi.

Justru dengan mengikuti AIK, suster Yemi bisa mengetahui Islam seperti apa.

"Muhammadiyah adalah Islam yang nasionalis," ujarnya.

Mochamad Rofik (24) teman sekelas suster Yemi mengungkapkan kehadiran Suster Yemi membuat suasana di dalam kelas semakin hidup.

Bahkan Rofik menganggap suster Yemi bukan sekadar pemuka agama, melainkan teman sebaya.

"Secara akademik seperti biasa. Kayak teman-teman yang lain. Bahkan menganggap dia bukan pemuka agama," kata lelaki asli Malang itu.

Kehadiran suster Yemi menjadi teman dialog tentang keberagaman dan pembangunan Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) karena suster Yemi memang berasal dari NTT.

Halaman
123
Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved