Ini Dugaan Kasus Penipuan yang Membelit Anggota DPR Indra P Simatupang
Anggota Komisi IX DPR, Indra P Simatupang alias IPS, disebut sebagai dalang kasus penipuan kerja sama minyak sawit.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Indra P Simatupang alias IPS, disebut sebagai dalang kasus penipuan kerja sama minyak sawit.
Atas perbuatan itu, dia ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan.
Kanit V Subdit Jatanras Dit Reskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Budi Towaliu, mengatakan IPS melakukan tindak pidana itu bersama dengan MPS, ayah kandung IPS, dan S, staff pribadi IPS.
Baca: Polisi Tetapkan Anggota DPR RI Indra P Simatupang Tersangka Kasus Dugaan Penipuan
MPS, Deputi Menteri BUMN pada tahun 2000-2004 itu, mempertemukan korban, Louis Gunawan Kowe dan Yacub Tanoto, dengan IPS.
"Orang tua mempertemukan korban dengan tersangka dan meyakinkan korban supaya bisa berbisnis ini. Yang bersangkutan pernah menjadi Deputi di Kementerian BUMN," ujar Budi, Jumat (28/10/2016).
Dia menjelaskan, tersangka IPS mengajak korban Louis dan Yacub untuk bisnis jual beli Kernel dan CPO dari PTPN VII (Lampung) dan PTPN V (Riau).
Budi menduga semua bisnis jual beli Kernel dan Cpo tersebut adalah fiktif dan tak pernah ada.
Menurut dia, semua perjanjian itu yang membuat adalah tersangka IPS dengan tersangka S di dalam rumahnya sendiri dengan cara awalnya melakukan download di internet lalu membuat perjanjian itu agar seperti sama lalu semua tanda tangan dan stempel dalam perjanjian itu dipalsukan semuanya.
"Tersangka mengajak jual beli. Diduga fiktif dan tak pernah ada. Yang membuat (perjanjian,-red) tersangka IPS dan S di rumah. Download di internet semua tanda tangan dipalsukan semua. Kerugian Rp 96 Miliar," kata dia.
Perjanjian itu dibuat pada tahun 2013, namun baru terungkap ada kejanggalan pada 2015. Tersangka menjanjikan kepada korban pembagian keuntungan senilai 10 persen.
Di kesepakatan awal, kata dia, tersangka membagikan keuntungan sebesar Rp 17 Miliar. Tetapi belakangan akhirnya mengalami penurunan hingga korban mengetahui mandek pada tahun 2015.
"Yang dikasih ke korban hanya untung. Menurut tersangka modal diputar lagi. Ada sembilan kali setor. Ada Rp 17 Miliar, Rp 6 Miliar, Rp 13 Miliar, Rp 8 Miliar, Rp 17 Miliar, dan Rp 2 Miliar. Setiap transaksi 10 persen dari setoran. Bapak hanya membantu. Tiap transaksi bapak dapat komisi," kata dia.
Aparat kepolisian menyita barang bukti, berupa perjanjian-perjanjian jual beli Kernel dan Cpo yang diduga palsu atau fiktif, bukti-bukti pengiriman uang dari korban kepada tersangka IPS, 10 lembar asli cek BCA atas nama nasabah IPS.
Kemudian, 1 set komputer, printer, yang digunakan untuk membuat perjanjian jual beli Kernel dan Cpo fiktif, bermacam-macam stempel yang terdiri dari PTPN V, PTPN VII, PT Sinar Jaya, PT Wilmar Nabati Indonesia yang semuanya diduga palsu, dan dokumen-dokumen pendukung yang jumlahnya sekitar 111 dokumen.
Atas perbuatan itu, pelaku ditersangkakan melanggar Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, ancaman hukuman pidana penjara selama empat tahun.