Dwikewarganegaraan Dinilai Bisa Ikat Diaspora yang Sukses
Bobby mengakui adanya pihak-pihak yang khawatir mengenai aturan dwikewarganegaraan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mendukung wacana pemerintah membuka peluang bagi WNI mendapatkan dwikewarganegaraan.
Menurutnya, hal tersebut dapat mengikat diaspora yang sukses.
"Utamanya hal ini menguntungkan untuk mengikat diaspora yang sukses. Seperti Arcandra Tahar (mantan Menteri ESDM) mungkin berikutnya researcher-researcher ex WNI handal yang kerja di eropa- professional-professional yang gajinya diatas $100 ribu/tahun di negara-negara yang maju," kata Bobby di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Politikus Golkar itu menuturkan persoalan dunia saat ini terjadi persaingan sumber daya manusia di bidang industri ekstraktif, manufaktur dan sektor IT.
Ia menilai sebuah kerugian besar bila negara tidak bisa memanfaatkan para diaspora yang memiliki kemampuan di bidang-bidang tersebut.
"Rugi, bila negara tidak bisa memanfaatkan hal ini," ujarnya.
Bobby mengakui adanya pihak-pihak yang khawatir mengenai aturan dwikewarganegaraan.
Sebab, aturan tersebut diperlukan batasan yang jelas antara diaspora yang menguntungkan negara dengan naturalisasi WNA yang mencari keuntungan di Indonesia.
Menurutnya, UU no 12/2006 sudah cukup memberikan ruang sampai dengan umur 18 tahun untuk secara sadar memilih status.
Tetapi, perlu direvisi untuk bisa merekrut diaspora sukses menjadi WNI kembali dan berkontribusi untuk bangsa.
"Dwikewarganegaraan bisa melindungi bila WNI yang sudah lepas statusnya, karena perkawinan dengan WNA, ternyata bercerai, atau kehilangan hak waris. Tentu harus ada aturan yang menolak, naturalisasi bila WNA mau jadi WNI, yang nggak jelas manfaatnya," katanya.
Lewat revisi UU ersebut, ia meyakini akan dapat merekrut diaspora yang memiliki talenta yang telah diakui di dunia.
"Jadi yang kita bahas ini bukan untuk membuka celah naturalisasi yang kebablasan, yang malah bisa membentuk kolonisasi yang merugikan RI," ujar Bobby.