Pembelian Heli VVIP
KSAU Jelaskan Latar Belakang dan Alasan Pilih Helikopter AW101 VVIP
Rencana TNI Angkatan Udara membeli tiga unit helikopter AgustaWestland (AW)101 VVIP menggantikan NAS-332 Super Puma, menuai kritik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana TNI Angkatan Udara membeli tiga unit helikopter AgustaWestland (AW)101 VVIP (very very important person) menggantikan NAS-332 Super Puma, menuai kritik.
Di antaranya karena dikabarkan akan jadi helikopter kepresidenan, operasional Presiden Joko Widodo, riskan keamanan, pemborosan uang negara hingga menyalahi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan karena tidak menggunakan produk atau rakitan perusahaan dalam negeri.
Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Agus Supriatna selaku penanggung jawab pengadaaan memberikan penjelasan perihal latar belakang dan alasan TNI AU memilih helikopter AW101 VVIP.
"Saya ingin meng-clear-kan masalah sehingga kenapa kami memilih pesawat helikopter AW101," kata Agus saat ditemui Tribun di Menteng, Jakarta Pusat.
Menurut Agus, pengadaan tiga unit helikopter AW101 VVIP merupakan bagian Rencana dan Strategi (Renstra) TNI AU periode 2015-2019 setelah melalui sejumlah analisa dan kajian tim internal terhadap sejumlah pesawat tempur, pesawat angkut dan helikopter yang dimiliki saat ini.
Hasil kajian dan analisa saat itu berkesimpulan, bahwa ke depan pihaknya membutuhkan helikopter dengan daya angkut berat.
Sementara, helikopter-helikopter yang ada di sejumlah skuadron TNI AU adalah helikopter daya angkut sedang dan ringan, seperti NAS-332 Super Puma yang ada di Skuadron Udara 8, Pangkalan Udara TNI AU Suryadarma, Kalijati, Jawa Barat.
"Selama ini heli yang kami miliki adalah heli angkut sedang dan ringan. Yang kami butuhkan adalah heli angkut berat," kata Agus.
Menurut Agus, dalam pengembangan kajian, helikopter angkut berat tersebut juga harus disokong dengan spesifikasi tinggi kabin minimal 1,8 meter dan pintu belakang atau ramp door agar mobilisasi atau akselerasi muat bongkar (loading-unloading) barang dan pasukan menjadi lebih cepat.
Diakuinya, rata-rata tinggi badan anggota TNI AU adalah 1,7 hingga 1,75 meter.
"Dengan ramp door, loading barang bisa cepat. Dan pasukan bisa langsung lari dari belakang heli dan saat turun heli juga bisa cepat, seperti pesawat Hercules," kata dia.
Masih dari hasil kajian, TNI AU juga memerlukan helikopter angkut berat dengan tiga mesin untuk menyokong bobot dan daya jelajah helikopter tersebut.
Dari seluruh kajian dan spesifikasi yang diinginkan itu, TNI AU menjatuhkan pilihan pada helikopter AW101.
Setelah itu, kata Agus, pihaknya melakukan perencanaan pengajuan pengadaan helikopter angkut berat untuk nantinya diserahkan ke Kementerian Pertahanan sesuai indikasi Pagu Anggaran yang ada. Dan ternyata, TNI AU hanya bisa mengajukan pengadaan 8 unit AW101.
Namun, pimpinan dan tim kembali menggelar rapat pembahasan di Mabes TNI karena ada hasil kajian yang datang dari beberapa skuadron, termasuk Skuadron Udara 45 VVIP TNI AU Halim Perdanakusuma.
Skuadron tersebut saat ini memerlukan armada helikopter VVIP untuk menggantikan tiga unit NAS-332 Super Puma yang telah berusia 15 tahun atau dibeli sejak era Presiden Abdurrahman Wahid.
Helikopter VVIP tersebut biasa digunakan untuk penumpang setingkat presiden, wakil presiden dan tamu negara setingkatnya.
Hasil pembahasan kajian di Mabes TNI, akhirnya diputuskan untuk memasukkan dua unit helikopter VVIP dalam pengajuan pengadaan 8 unit helikopter angkut berat jenis AW101.
"Dengan kajian itu, akhirnya OK lah, paling kita bisa beli dua unit. Jadi, dua unit itu paling kita cuma pindahkan (pasang) kursi ke dalam kabin," kata Agus.
Keputusan TNI AU itu belum final karena mereka menginginkan ada tiga unit AW101 VVIP agar nantinya sistem perawatan helikopter tersebut bisa berjalan.
Anggaran satu unit tambahan AW101 VVIP itu sebagaimana Renstra TNI AU 2015-2019, berasal dari pinjaman luar negeri.
"Jadi, satu unit untuk saat perawatan, satu di homebase untuk latihan dan satu lagi untuk operasional, sehingga kami menambah satu unit," ujarnya.
Agus kembali menegaskan, pengadaan helikopter AW101 VVIP dari TNI AU tidak dikhususkan untuk Presiden dan Wakil Presiden, melainkan tamu negara kategori VVIP, termasuk di antaranya Panglima TNI saat tugas mendesak.
Dengan penjelasan latar belakang dan alasan ini, Agus berharap semua pihak tak lagi mengaitkan pengadaan helikopter AW101 VVIP ini sebagai pesawat kepresidenan. (Abdul Qodir)