SETARA: Mau Rekonsiliasi, Harus Tahu Dulu Peristiwanya
Bila kejaksaan Agung mengaku kesulitan mengumpulkan alat bukti untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Kalau pun kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu harus diselesaikan melalui jalur rekonsiliasi, pemerintah harus mengungkap kebenarannya kepada masyarakat menurut Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani. Ia menolak bila rekonsiliasi dilakukan tanpa pengungkapan kebenaran.
"Yang utama pengungkapan kebenaran, kalau kebenaran tidak diungkap, apa yang dimaafkan, kan tidak jelas," kata Ismail Hasani kepada TRIBUNnews.com.
Kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu adalah kasus seputar peristiwa 1965, kasus Penembakan Misterius (Petrus, kasus kerusuhan Tanjung Priok, kasus Talang Sari, kasus penculikan aktivis, kerusuhan 1997-1998, dan kasus Abepura.
Bila kejaksaan Agung mengaku kesulitan mengumpulkan alat bukti untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan, Ismail Hasani mengaku maklum bila pernyataan tersebut dimaksudkan untuk kasus seputar peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), pada 1965 lalu. Karena kasusnya sudah berlangsung puluhan tahun lalu.
"Tapi tetap harus dijelaskan ke masyarakat. Selain itu untuk kasus-kasus yang lainnya, kan masih tergolong baru, seharusnya bisa diungkap," ujarnya.
Kasus yang ia maksud antara lain kasus Penculikan Aktivis dan kerusuhan 1997-1998, yang berlangsung belasan tahun lalu, serta kasus pelanggaran HAM berat di Abepura, Papua yang belum lama terjadi. Ia meyakini para pelaku masih hidup, dan seharusnya Kejaksaan Agung bisa mengumpulkan alat bukti, untuk membawa kasus ke pengadilan.
Untuk menyelesaiakn kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu pemerintah membentuk tim, yang terdiri antara lain dari Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Tim akan memberikan rekomendasi ke Presiden Joko Widodo.
Bila komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut, maka harus dibentuk sebuah komite yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran ke publik. Komite tersebut akan menentukan kasus yang tidak bisa dibawa ke pengadilan karena kendala teknis, dan kasus yang masih disidangkan.
"Yang namanya mau rekonsiliasi harus tahu dulu, peristiwanya seperti apa, siapa korban siapa pelaku, dan itu hanya bisa diketahui kalau proses pengungkapan kebenaran terjadi, diungkap dulu," terangnya.
SETARA Institute mengingatkan pemerintah untuk tidak perlu takut bila dalam proses pengungkapan, ada pejabat berpengaruh yang ikut terseret. Karena menurutnya hal itu tidak akan terjadi, karena selama ini dalam pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat, tidak ada pejabat yang terseret.
"Semua gagal kok, semua lepas pelakunya, karena kekuatan politik. Yang penting hari ini, kebenaran diungkap, baru lalu kita rekonsiliasi," kata Ismail Hasani.
Selain itu SETARA Institute juga mengingatkan bahwa kasus pelanggaran HAM berat tidak hanya tujuh kasus tersebut. Kata dia banyak kasus-kasus pelanggaran HAM, yang harus diungkap pemerintah selagi masih memungkinkan.