Kamis, 2 Oktober 2025

Pilkada Serentak

Menyandera Demokrasi, Parpol yang Tak Ajukan Calon Harus Disanksi

Bila partai politik abai dalam menjalankan kefungsian tersebut sanksi bagi partai politik yang menyabot dan menyandera praktik pilkada.

Editor: Hasanudin Aco
Surya/Ahmad Zaimul Haq
Tri Rismaharini dan Wishnu Sakti Buana, Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota yang diusung PDIP untuk maju dalam Pilwali Surabaya 2015 saat mendaftar di KPU Surabaya, Jalan Adityawarman, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (26/7/2015). Risma dan wakilnya terancam tidak bisa bertarung di Pilkada karena hanya calon tunggal. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi menilai fungsi partai politik terancam disandera oleh kepentingan pragmatisme segelintir elite politik. Mereka berlaku lancung dengan tidak mendaftarkan kandidatnya dalam pilkada serentak hingga perlu diperpanjang.

Menurut Muradi, pragmatisme politik ini cenderung memanfaatkan celah peraturan terkait pilkada, baik UU pilkada maupun peraturan KPU yang menegaskan kemungkinan daerah yang memiliki calon hanya satu pasang akan ditunda pelaksanaannya hingga pilkada tahun 2017.

“Situasi tersebut pada akhirnya menyandera pelaksanaan demokrasi lokal serentak tersebut. Perpanjangan masa pendaftaran untuk tujuh daerah yang masih memiliki satu pasang calon juga dalam hemat saya tidak cukup membantu. Artinya situasi ini memerlukan penegasan-penagasan agar laku lancung dan tidak bertanggung jawab elite dan partai politik peserta pemilu tidak menyabot dan menyandera praktik demokrasi lokal tersebut,” kata Muradi, Senin (10/8/2015).

Oleh karena itu, pengajar politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran, Bandung ini menilai penting untuk ditegaskan bahwa fungsi kepolitikan dari partai politik dalam melakukan rekruitmen, mengakselerasi kehendak publik hingga kaderisasi kepemimpinan politik harus selaras dengan hak konstitusi publik untuk memilih pemimpinnya. Sehingga apabila kemudian partai politik abai dalam menjalankan kefungsian tersebut sanksi bagi partai politik yang menyabot dan menyandera praktik pilkada serentak tersebut adalah keniscayaan untuk diterapkan.

“Sanksi tersebut mulai denda materi hingga pencabutan keikutsertaan partai bersangkutan di daerah di mana partai politik tersebut enggan mendaftarkan kandidatnya pada ajang kontestasi kepemiluan lainnya,” ungkapnya.

Tahapan pemberian sanksi tersebut, menurut Muradi, bisa dengan dua skema, yakni skema berjenjang dengan basis penilaian penyelenggara pemilu baik KPU Kabupaten/Kota maupun Provinsi bersama Panwaslu Kabupaten/Kota dan Bawaslu Provinsi. Pada skema ini, lanjut dia, bisa saja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ikut dilibatkan untuk juga melakukan penilaian atas rekomendasi untuk pemberian sanksi pada partai politik di daerah di mana partai politiknya tidak menjalankan fungsinya.

“Rekomendasi sanksi ini juga perlu untuk melibatkan unsur Kemdagri dan Kemkumham untuk menegaskan asas keterlibatan bersama,” jelasnya.

Skema kedua, kata dia, adalah KPU setempat dan Panwas serta Bawaslu melakukan penilaian dengan membentuk semacam panel ahli yang berasal dari masyarakat untuk ikut terlibat dalam menilai partai-partai politik tersebut. Dengan begitu, kata dia, akan didapat penilaian yang berintegritas untuk merekomendasikan pencabutan keikutsertaaan partai bersangkutan di daerah tersebut melalui KPU, Bawaslu pusat dengan pelibatan DKPP ke pemerintah.

“Dua skema pemberian sanksi tersebut harus juga ditegaskan ada dalam Perppu sebagai respon dari kebuntuan atas praktik tidak sehat sejumlah partai politik di sejumlah daerah tersebut. Sehingga pilkada serantak bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya,” pungkasnya.

Seperti diketahui, saat ini ada beberapa daerah yang terancam tidak bisa ikut dalam pilkada serentak pada 9 Desember 2015 karena calonnya hanya satu pasang. Padahal, dari segi persyaratan parpol masih memungkinkan untuk mengajukan calon, seperti terjadi di Kota Surabaya dimana Tri Rismaharini yang diusung PDIP dan koalisinya belum ada calon lawannya. Padahal, di luar koalisi PDIP masih ada beberapa partai yang punya hak untuk mengajukan calon seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional, serta Partai Kebangkitan Bangsa.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved