Rabu, 1 Oktober 2025

Selamatkan Masyarakat Adat yang Nyaris Punah!

Hilangnya masyarakat adat dari bumi Indonesia merupakan kegagalan bangsa ini membangun peradabannya.

Editor: Y Gustaman
Dokumentasi Amair
BUANG JONG - Bukan hanya budaya dan upacara adat Buang Jong Suku Sawang yang nyaris punah sejak direlokasi ke daratan oleh Pemerintah 1978 dan 1985, populasi suku ini terus menyusut drastis hingga nyaris punah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia harus segera memberi perhatian khusus masyarakat adat dan suku-suku terasing yang nyaris punah di dalam teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan fisik, industri, infrastruktur hendaknya dijadikan sarana untuk menyelamatkan mereka dan bukannya menggeser bahkan menghapus keberadaan masyarakat adat dan suku-suku terasing tersebut. Hilangnya mereka dari bumi Indonesia merupakan kegagalan bangsa ini membangun peradabannya.

Demikian ditegaskan Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) AM. Putut Prabantoro – dari wartawan, oleh wartawan dan untuk Indonesia, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (29/6/2015).

“Demi Indonesia yang satu dan tak terbagi, kita tidak boleh melupakan peran masyarakat adat dalam sejarah pembentukan bangsa ini. Indonesia sebagai bangsa tidak membedakan masyarakat berdasarkan karena modern ataupun terasing. Sungguh menyedihkan jika dalam pembangunan negara, bangsa ini dikecualikan atau dipinggirkan,” ujar Putut yang menunjuk slogan Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu ukuran keberhasilan bangsa membangun jati dirinya.

Oleh karena itu, Putut menambahkan, negara berkewajiban menjaga kelestarian keberadaan, perbedaan dan keberagaman suku bangsa yang ada di Indonesia. Dikatakannya, dari sekitar 250 juta jiwa penduduk Indonesia, 20 persennya adalah masyarakat adat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. “Beberapa diantaranya sudah dalam keadaan krtitis dan terancam punah,” kata Putut yang juga Konsultan Komunikasi Politik tersebut.

Suku yang dimaksud antara lain adalah Suku Sawang di Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sejak direlokasi ke darat oleh pemerintah pada Tahun 1978 dan 1985, jumlah suku yang aslinya bermukim di laut ini terus menyusut. Berdasarkan catatan pemerintah kolonial Belanda dalam Staat Van De Bevolking Op Billiton, 1851, masih ada sekitar 1.654 jiwa. Namun berdasarkan penelitian Profesor Iwabuchi dari Jepang, jumlah tersehut pada tahun 2012 menjadi 900 jiwa. Data terakhir yang diperoleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dan Penelitian (LPMP) Air Mata Air, Belitung Timur pada 2015, jumlah suku yang diabadikan dalam novel Laskar Pelangi ini sisa 130 jiwa saja, dan 80% tidak lagi bisa berbahasa Sawang.

“Kalau kita mengabaikan fakta-fakta tersebut, artinya Indonesia tengah sekarat sosial dan budaya,” kata Alexander Mering, Konsultan Komunikasi untuk Kemitraan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusian dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

Penegasan Alexander Mering ini diungkapkan usai melakukan monitoring Program Peduli ke sejumlah propinsi di Indonesia. Program peduli ini bekerja sama dengan sejumlah lembaga mitra lokal di 15 propinsi sedang berusaha mendorong peningkatan akses dan kontrol masyarakat adat yang terpinggirkan ini terhadap sumber daya alam sambil membangun relasi yang setara, tanpa stigma dan diskriminasi.

Sementara itu Peneliti Madya Kebijakan Lingkungan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI, Sri Nurhayati Qodriyatun dalam makalahnya yang berjudul Pengabaian Negara Atas Hak Hidup Masyarakat Adat mengatakan, keberadaan masyarakat adat secara administrasi pun sering sekali tidak diakui karena mereka tidak mempunyai kartu tanda penduduk (KTP). Karena itu menurut dia RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat yang masuk dalam prolegnas 2014-2019 menjadi penting segera dibahas. Dia juga mengingatkan Negara agar tidak melanggar Pasal 28B ayat (2) UUD Tahun 1945, dimana negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved