Senin, 6 Oktober 2025

Opini

Jebakan Politik Patrimonialisme

Dalam politik patrimonialisme, sang klien dengan sadar mengimajinasikan posisinya sebagai inferior, tersubordinasi oleh kedigdayaan sang patron.

Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Herudin
Presiden Joko Widodo 

Kedua, memisahkan antara otoritas nonformal dan formal yang melekat dalam dirinya selaku presiden. Jika otoritas formal menyangkut posisinya sebagai pejabat publik yang berimplikasi pada tata kelola kelembagaan negara dan kepentingan publik, otoritas nonformal menyangkut kehidupan dirinya secara privat dan tidak berdampak secara publik. Memang bukan perkara mudah memisahkan keduanya. Dalam banyak kasus, inilah tantangan terberat bagi para pemimpin bangsa ini sebelumnya.

Ketiga, menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai panduan untuk mengambil tindakan dan kebijakan publik. Jika hal ini dilakukan secara baik, niscaya Jokowi tidak perlu mencari legitimasi politik dari sejumlah tokoh "lawan" politik untuk dimintai pendapatanya. Tidak perlu pula dia membentuk Tim 9—di samping Wantimpres—untuk sekadar mengambil sebuah keputusan "kecil" dalam kasus pencalonan BG.

Pelibatan banyak pihak oleh Jokowi di balik pencalonan BG sungguh telah membuang banyak waktu berharga, selain menguras energi bangsa secara percuma.

Masdar Hilmy
Dosen dan Wakil Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel

Sumber: KOMPAS
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved