Kasus Hambalang
Ahli: Putusan Hakim Tak Boleh Didasari Keraguan
"Pengadilan, sekali pun sudah banyak bukti menyatakan terdakwa bersalah, harus dicari lagi celah untuk menyatakan terdakwa tak bersalah,"
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda mengungkapkan, pengadilan bukan tempat mencari kesalahan terdakwa, melainkan sebaliknya.
Demikian ujar Chairul merujuk teori Lawrence Meir Friedman saat menjadi ahli meringankan untuk terdakwa kasus proyek Hambalang dan pencucian uang, Anas Urbaningrum, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/9/2014).
"Pengadilan, sekali pun sudah banyak bukti menyatakan terdakwa bersalah, harus dicari lagi celah untuk menyatakan terdakwa tak bersalah," kata Chairul. Hal tersebut harus ditempuh agar majelis hakim tak ragu menjatuhkan putusan untuk terdakwa.
Menurut Chairul, meski sudah mendapat dua alat bukti, tetapi majelis hakim masih memiliki keraguan, maka sejatinya terdakwa tak dapat diputus bersalah. "Kalau ada dua alat bukti tapi hakim ada keraguan, maka terdakwa harus dibebaskan," tegas Chairul.
Selain memegang alat bukti, majelis hakim juga harus memperhatikan keterangan saksi. Sehingga tak ada keraguan hakim menjatuhkan putusan bagi terdakwa.
Menyoal rumusan delik Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, menurut Chairul, intinya adalah perbuatan menerima hadiah oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, karena telah berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Awalnya yang harus dibuktikan hakim adalah hadiah yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara tersebut. Selain itu, antara pemberian dengan perbuatan yang dilakukan si penerima hadiah harus ada hubungan sebab dan akibatnya.
Konstruksi dalam Pasal 12 huruf a atau b itu unsur penerimanya harus lah pegawai negeri atau penyelenggara negara. Jika dua subjek hukum itu tidak ada, maka unsur dalam kedua pasal tersebut tak terpenuhi.
"Ini tertuang pada Pasal 12a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)," kata Chairul.
Tindak pidana suap, tegas Chairul, tidak sah jika tidak melibatkan orang-orang yang berkedudukan sebagai pegawai negeri dan atau penyelenggara negara. Lalu, Perjanjian atau pemberian uang untuk suatu tujuan tertentu dianggap sah-sah saja jika tidak melibatkan pegawai negeri dan atau penyelenggara negara.
Pada sidang sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum menerangkan statusnya bukan penyelenggara negara ketika melakukan segala hal yang sebelum dan sesudah menjadi ketua umum. "Saya adalah orang sipil, orang bebas" tegas Anas kemarin.