Calon Presiden 2014
Penyesalan Untuk KPU Akibat Tak Verifikasi Dokumen Pemecatan Prabowo Dari Institusi Militer
Inilah penyesalan terhadap KPU akibat tak melakukan verifikasi dokumen pemecatan Prabowo Subianto dari institusi militer.
Laporan Hasanuddin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengacara Pengawal Konstitusi (APPK) menyesalkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak melakukan verifikasi dan klarifikasi atas dokumen pemecatan capres Prabowo Subianto ke institusi TNI.
Padahal, klarifikasi itu penting untuk mengetahui apakah Prabowo selaku calon pemimpin bangsa pernah melakukan perbuatan tercela atau tidak. Namun, KPU nyatanya hanya merujuk pada surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dalam menetapkan pasangan capres-cawapres lolos verifikasi.
Sikap KPU yang demikian itu dinilai telah meremehkan substansi kualitas seleksi kepemimpinan karena terkesan menjadikan Pilpres 2014 ini semacam seleksi karyawan atau CPNS.
"Seleksi kepemimpinan bangsa, kok modelnya sama seperti penerimaan PNS? Proses Pilpres idealnya adalah sebuah proses seleksi kepemimpinan bangsa yang harus betul-betul akuntabel, transparan dan ketat," kata Inisiator APPK, Ridwan Darmawan, di Jakarta, Minggu (1/6/2014).
"Dengan kriteria ketat, tentu melahirkan pilihan yang betul-betul pilihan terbaik bagi rakyat pemilih. Dan pemenangnya kelak adalah orang terbaik yang dilahirkan dari proses pemilu yang bersih, jujur dan adil."
Bahkan menurut Ridwan, sejatinya pilpres juga harus bisa dijadikan peradilan politik bagi orang-orang yang punya masa lalu kelam agar tidak menjadi ajang pelanggengan impunitas. Khususnya bagi siapapun yang terindikasi jejak rekamnya menghindar dari proses hukum yang diatur dalam aturan hukum yang berlaku.
"Nah, jika proses seleksi yang dilakukan KPU tidak seideal yang disebutkan di atas, maka bisa dikatakan KPU betul-betul tidak peka dan tidak responsif terhadap desakan publik yang menginginkan adanya proses seleksi yang ketat dan profesional dari penyelenggara pemilu," ujarnya.
Menurut Ridwan, publik tidak mau disuguhkan peserta pemilu yang bermasalah sejak awalnya. Sebab jika sejak awal sudah bermasalah, pasti di kemudian hari juga tentu pasti bermasalah.
Untuk itu, pada Senin (2/6), APPK akan melaporkan ketidakprofesionalan KPU
termaksud ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Kami juga sudah menginformasikan juga soal ini ke DKPP, dan besok akan
diterima oleh salah satu anggota DKPP," ujarnya.
APPK memandang bahwa sistem pemilu melalui seperangkat aturan yang telah
dibuat dan mengikat kepada semuanya, khususnya dalam hal ini penyelenggara
pemilu, bukanlah serangkaian kata tanpa makna. Prinsip-prinsip dan aturan
itu harus hidup dan menjiwai setiap langkah penyelenggaraan pemilu.
"Jadi kalau aturan itu tidak dijalankan apalagi oleh pembuatnya sendiri,
ini ironi saya kira. Masa sekelas pencapresan, KPU selesai hanya dengan
SKCK? Itu sih PNS. Lurah juga sama kalau begitu. Jangan polos-polos kali
lah KPU itu," tandasnya.
Cari Gampangnya
Seperti diketahui, KPU telah menetapkan dua pasang capres-cawapres telah
memenuhi syarat dan secara administratif telah dilakukan verifikasi. Yakni
pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa.
Anehnya, KPU justru menggampangkan pelaksanaan tugasnya memverifikasi
syarat capres-cawapres, yang salah satunya melarang seseorang dengan
perbuatan tercela menjadi calon pemimpin bangsa.
Saat ditanyai, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, membentengi Prabowo dengan
menyatakan bahwa bahwa yang mereka lakukan untuk mengecek perbuatan tercela
para calon adalah dengan verifikasi administrasi semata. Dalam hal ini
dokumen Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), yang dikeluarkan Polri.
Padahal, tentu takkan ada catatan cacat hukum Prabowo di Kepolisian karena
sebagai mantan prajurit TNI, segala catatan pelanggaran dirinya dicatat di
struktur Peradilan Militer semisal Propam TNI.
Soal status hukum Prabowo terkait kasus penghilangan aktivis, Hadar Gumay
menyatakan pihaknya tak mempermasalahkan sebab tak ada putusan hukum
mengikat. Dan cuma itu alasan bagi KPU untuk menyatakan Prabowo tak pernah
melakukan perbuatan tercela sesuai UU.
Padahal, Komnas HAM sudah beberapa kali memanggil Prabowo untuk bersaksi
dan selalu ditolak. Itu penyebab sehingga proses penegakan hukum untuk
skandal penghilangan aktivis 1998 itu tak pernah selesai.