Sidang Akil Mochtar
Setya Novanto Bersaksi untuk Akil Mochtar
Sidang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar akan kembali digelar hari ini, Senin (14/4/2014).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar terkait kasus dugaan suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di MK dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) akan kembali digelar hari ini, Senin (14/4/2014). Sejumlah pihak dijadwalkan menghadiri persidangan dengan agenda memberikan keterangan dalam kapasitas saksi.
Diketahui dua orang saksi yang akan memberikan keterangan adalah dua orang petinggi Partai Golkar (PG). Mereka adalah Setya Novanto dan Idrus Marham.
"Setya Novanto, Idrus Marham," kata Penasihat Hukum Akil Mochtar, Adardam Achyar dalam pesan singkat kepada wartawan.
Setya Novanto diketahui menjabat Bendahara Umum (Bendum) di Partai Golkar. Adapun Idrus Marham merupakan Sekretaris Jenderal di partai berlambang pohon beringin itu.
Pihak lainnya yang akan dihadirkan sebagai saksi sambung Adardam adalah Zaenudin Amali, Andri Dewanto Ahmad, Chandra Situmeang, Herni Juniarti dan Jenio Febriani. Diduga kuat, sidang kali ini akan banyak menelusuri dugaan keterlibatan Akil dalam sengketa Pilkada Jawa Timur (Jawa Timur). Hal itu terlihat dari Setya Novanto, Idrus Marham dan Zaenuddin Amali yang dipanggil sebagai saksi persidangan. Kuasa Hukum Akil Adardam pun tak membantah hal itu.
Seperti diketahui, bekas Ketua MK, Akil Mochtar didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima hadiah atau janji sekitar Rp57 miliar dan US$500 ribu terkait perannya dalam mengurus sengketa Pilkada yang disidangkan di MK. Untuk itu, Akil dijerat dengan pasal berlapis dan terancam hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara.
Diantaranya menyoal dakwaan Akil Mochtar menerima gratifikasi atau hadiah. Gratifikasi itu ditengarai diterima Akil atas upayanya memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di sejumlah kabupaten. Surat dakwaan JPU KPK atas Akil Mochtar menyebut antara lain, terkait uang Rp10 miliar dalam permohonan keberatan hasil Pilkada Jawa Timur. Menyangkut dugaan penerimaan gratifikasi di beberapa Pilkada ini, Jaksa KPK menjerat Akil dengan Pasal 12 huruf c UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Disebutkan dalam surat dakwaan, Akil didakwa JPU KPK meminta uang sebesar Rp10 miliar menyangkut sengketa Pilkada Jawa Timur yang ketika itu ditangani oleh MK. Pemintaan uang cukup besar oleh Akil terkait Pilkada Jawa Timur itu terungkap dari komunikasi lewat Blackberry Messenger (BBM) pada tanggal 1 Oktober 2013 dengan Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur, Zainuddin Amali.
"Enggak jelas itu semua, saya batalin ajalah Jatim itu, pusing aja. Suruh mereka siapkan Rp10 miliar saja kalau mau selamat. Masak, hanya ditawari uang kecil, enggak mau saya," kata JPU KPK mengutip pembicaraan BBM Akil kepada Zainuddin Amali.
Zainuddin Amali sendiri diketahui selaku Ketua Tim Pemenangan salah seorang peserta Pilkada Jawa Timur, yaitu Soekarwo dan Syaifullah Yusuf. Akan tetapi, terang jaksa KPK, lebih lanjut Jaksa Pulung menjelaskan, Zainuddin membalas pesan BBM yang diterimanya dari Akil itu dengan menyatakan akan memberitahukannya kepada tim di Jatim.
"Baik Bang, besok akan saya komunikasikan dengan tim Jatim, tks," kata Jaksa Pulung.
Tidak sampai di situ, Zainuddin Amali kemudian kembali mengirim pesan singkat kepada Akil. Pesan itu dikirim pada 2 Oktober 2013.
"Ass Bang, Alhamdulillah positif, kapan bisa komunikasi darat? Mohon arahan, tks," tulis Zainuddin.
Diketahui, Akil pun membalas dan menanyakan kepada Zainuddin kapan bisa bertemu. Menanggapi pesan tersebut, Zainuddin kemudian merespon dengan menyatakan akan berkunjung ke rumah dinas Akil di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan. "Nanti malam saya ke Wican," balas Zainuddin.
Akil lalu kembali membalas dan memerintahkan Zainuddin menunggu kabar darinya. "Eksekusi langsung dan tunggu kontak dari saya," kata Akil menjawab Zainuddin.