Minggu, 5 Oktober 2025

Pemilu 2014

IPW: Ajakan Kapolri Agar Pers Ikut Jadi Intelijen Harus Diapresiasi

PWI dan AJI harus melihat ajakan ini dengan semangat kebangsaan, demi menjaga stabilitas kamtibmas di Pemilu dan Pilpres 2014

TRIBUN/DANY PERMANA
Kapolri Jenderal Pol Sutarman berdialog dengan jurnalis dalam acara Siaran Pers Akhir Tahun Polri di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (27/12/2013). Dalam acara tersebut Kapolri memaparkan kinerja Polri pada tahun 2013 khususnya yang berkaitan dengan kasus terorisme, narkoba, korupsi dan pengawasan internal Polri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTAIndonesian Police Watch (IPW) menilai ajakan Kapolri Jenderal Sutarman kepada wartawan untuk menjadi intelijen, patut disambut positif oleh masyarakat pers.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane, menyebut organisasi pers, seperti PWI dan AJI harus melihat ajakan ini dengan semangat kebangsaan, demi menjaga stabilitas kamtibmas di Pemilu dan Pilpres 2014 yang dikhawatirkan banyak pihak akan diwarnai berbagai konflik.

"Meski demikian, masyarakat pers harus tetap independen dan profesional. Jangan sampai ajakan kerja sama tersebut mengebiri pers dan membuat pemihakan pers terhadap Polri. Masyarakat pers harus tetap kritis dalam menyikapi kinerja Polri saat menjaga kamtibmas di sepanjang tahun politik 2014. Sehingga kerja sama pers dan Polri hanya sebatas untuk membantu memberikan informasi awal agar jajaran Polri bisa memberikan langkah pencegahan secara cepat di tiap daerah," kata Neta dalam siaran pers, Rabu (5/2/2014).

Sebenarnya, kata Neta, secara informal dan individu kerjasama kalangan pers dengan jajaran Polri sudah sejak lama terbangun. Cukup banyak kalangan pers memberikan informasi dan data intelijen ke kalangan Polri.

Namun sebutnya, menjelang tahun politik 2014 kerjasama ini perlu diformalkan, sehingga ajakan Kapolri tersebut sebuah kondisi yang kontekstual, yang patut diapresiasi kalangan pers demi menjaga situasi kamtibmas di seluruh Indonesia.

"Sebab dari pendataan IPW, potensi konflik sosial di 2014 cukup tinggi. Indikasinya sdh terlihat di 2013. Dari 33 propinsi, 27 di antaranya yang diterjang konflik sosial. Jumlah konflik sosial mencapai 153 kali, yang mengakibatkan 203 orang tewas, 361 luka, 483 rumah dirusak dan 173 bangunan lainnya dibakar. Pertikaian antarwarga dan antarkelompok mendominasi hilangnya nyawa rakyat di sepanjang 2013," papar Neta.

Terbatasnya jumlah polisi, kata Neta, membuat Polri kesulitan melakukan deteksi dini dan antisipasi terhadap potensi konflik di berbagai daerah. Dengan adanya bantuan masyarakat pers yang tersebar di berbagai daerah diharapkan potensi konflik yang ada bisa secara cepat diantisipasi dan dicegah.

"Hanya saja, dalam kerjasama ini Kapolri harus menekankan jajaran bawahnya agar senantiasa tanggap. Jangan sampai informasi intelijen yang disampaikan pers didiamkan saja, yang kemudian membuat masyarakat pers frustrasi akibat sikap lamban jajaran bawah kepolisian," kata Neta.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved